Jakarta (ANTARA News) - Erwin Arnada (42), Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, menolak pengenaan pasal 282 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penerbitan dan peredaran majalah dewasa yang dipimpinnya.
Dalam sidang yang digelar di PN Jakarta Selatan, Kamis, Tim Kuasa Hukum Erwin yang diketuai Ina Rahman menyatakan majalah yang dipimpin oleh kliennya itu murni merupakan produk pers yang berisi informasi bagi publik.
"Sehingga bila ada masalah harus diselesaikan sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 UU No 40/1999 tentang Pers, bukan KUHPidana," kata Ina.
Nota pembelaan itu juga meminta agar pengadilan dapat merujuk pada putusan terhadap kasus majalah Tempo dan Matra sebagai yurisprudensi.
Pemred Playboy Indonesia dituntut pidana penjara selama dua tahun karena dinilai terbukti melakukan pelanggaran pidana kesusilaan melalui penyiaran majalah berisi foto-foto yang dinilai berbau pornografi.
Jaksa Penuntut Umum menilai Erwin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pidana kesusilaan sebagaimana dakwaan primer pasal 282 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Kuasa Hukum Erwin juga menilai pasal 282 ayat 3 KUHPidana (tentang serangkaian perbuatan yang di antaranya berupa menyiarkan gambar-gambar yang melanggar unsur kesopanan dan dapat dilihat oleh orang banyak dan kejahatan tersebut dijadikan suatu pekerjaan) tidak dapat dikenakan terhadap kliennya melainkan dengan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi yang saat ini masih dalam tahap rancangan.
Terkait foto-foto yang dimuat di majalah berlogo kelinci itu, Ina menyatakan para model maupun fotografer mengedepankan aspek seni (art) bukan aksi-aksi vulgar.
"Pihak redaksi juga telah melakukan seleksi terhadap foto-foto yang akan dimuat, namun pastinya Playboy Indonesia tidak memuat foto model yang telanjang bulat maupun foto orang berhubungan seks," kata dia membandingkan dengan Playboy Amerika.
Menurut Ina, PT Velvet Silver Media selaku pemegang lisensi majalah Playboy itu telah membuat nota kesepahaman dengan agen hingga sub agen majalah untuk menjaga kemasan majalah tetap dalam keadaan tersegel, tidak dijual disembarang tempat dan tidak dijual pada anak-anak di bawah umur.
Ia menambahkan harga majalah pria dewasa yang berkisar mulai Rp39 ribu hingga Rp50 ribu itu cukup mahal bagi pelajar.
Sementara itu, terdakwa Erwin yang mengenakan kemeja biru muda itu dalam pledoi pribadinya mengemukakan adanya diskriminasi terhadap majalah Playboy.
"Kasus ini diskriminatif, masih banyak majalah lain dengan gambar-gambar visual yang lebih vulgar tidak dipermasalahkan. Ironisnya justru Playboy dinilai sebagai pihak yang paling bertanggungjawab," kata Erwin.
Atas pledoi Erwin dan kuasa hukumnya itu, Tim JPU yang diketuai Resni Muchtar memberikan replik (tanggapan terhadap pledoi) yang intinya menyatakan jaksa tetap pada tuntutan pidana terhadap terdakwa Erwin.
Sementara itu, kuasa hukum Erwin memberikan duplik (tanggapan terhadap replik) yang tetap berpegang pada pembelaannya bahwa kliennya tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan dan tuntutan JPU.
Majelis Hakim yang diketuai Efran Basuning menunda sidang selama dua pekan hingga Kamis, 5 April 2007 untuk pembacaan putusan perkara terhadap Pemred Playboy Indonesia, Erwin Arnada.
Sidang perkara dugaan pelanggaran kesusilaan oleh Pemred Majalah Playboy itu pertama kali digelar pada 7 Desember dan hingga kini tidak dilakukan penahanan terhadap terdakwa Erwin Arnada. (*_
Copyright © ANTARA 2007