Kupang (ANTARA News) - Sejak 1 Maret lalu Pemerintah Timor Leste meminta Indonesia membuka pintu perbatasan agar kebutuhan pokok rakyat Timor Leste yang sebagian besar dipasok dari wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui perdagangan lintas negara dapat terpenuhi. "Permintaan itu sudah sejak 1 Maret lalu, namun Indonesia masih mempertimbangkan kemungkinan gejolak di Timor Leste yang dapat mempengaruhi stabilitas keamanan di perbatasan," kata Konsulat Republik Demokratik Timor Leste di Kupang, Caetano de Sousa Guterres, SH, di Kupang, Kamis. Satuan TNI yang menjaga perbatasan menutup pintu lintas batas sejak 26 Pebruari 2007, menyusul aksi perampasan senjata di pos Polisi Nasional Timor Leste (PNTL) Unit Patroli Perbatasan atau Border Patrol Unit (BPU) di Salele, Distrik Covalima, pada Sabtu (24/2) dan Minggu (25/2) lalu. Insiden itu dilakukan kelompok pemberontak pimpinan Mayor Alfredo Reinado. Ia memimpin pemberontakan sejak dipecat dari kesatuan Angkatan Bersenjata Timor Leste pada 22 Mei 2006. Pasca insiden perampasan senjata itu, aparat keamanan Timor Leste menginformasikan rencana aksi serupa yang hendak dilaksanakan di tapal batas Batugade, Balibo, Distrik Bobonaro, Timor Leste, kepada aparat TNI di tapal batas Mota`ain, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu. TNI kemudian menutup pintu lintas batas dari dan ke negara kecil itu sejak Senin (26/2) lalu hingga saat ini, kecuali bagi WNI yang hendak meninggalkan Timtim melalui jalur darat. Caetano mengatakan penutupan lintas batas itu sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan pangan rakyat Timor Leste yang pada umumnya hanya berpenghasilan satu dolar AS per hari. Sementara harga barang kebutuhan pokok yang dipasok dari negara lain relatif mahal. Beras dalam kemasan 50 kilogram/karung dijual dengan harga 40 dolar AS perkarung. "Pada kenyataannya, 90 persen kebutuhan sembilan bahan pokok masyarakat Timor Leste bergantung pada pasokan dari wilayah Indonesia, terutama melalui jalur darat dari NTT. Pengaruh sekali jika pintu perbatasan terus ditutup," ujarnya. Kendati demikian, tambahnya, Pemerintah Timor Leste dapat memaklumi kebijakan Indonesia untuk tetap menutup pintu perbatasan karena mengkhawatirkan gejolak politik di Timor Leste menjelang pemilihan umum (Pemilu), 9 April mendatang. Ia pun berharap pelaksanaan pemilu berjalan aman dan lancar tanpa aksi-aksi kekerasan agar Pemerintah Indonesia dapat membuka pintu lintas batas. "Saya yakin, semuanya akan berjalan aman dan lancar. Setelah pemilu pintu perbatasan akan dibuka kembali dan perdagangan lintas negara berlangsung sebagaimana biasa," ujar Caetano. (*)

Copyright © ANTARA 2007