Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mempertimbangkan nasib dan kelangsungan hidup petani dan buruh tembakau sebelum meratifikasi dan menandatangani Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Presiden Jokowi menyatakan hal itu dalam rapat terbatas tentang Kerangka Kerja Konvensi tentang Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control) di Kantor Presiden Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia yang tidak menandatangani atau belum menandatangani aksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Dan berdasarkan data WHO sampai Juli 2013 sebanyak 180 negara telah meratifikasi dan mengaksesi FCTC mewakili 90 persen populasi dunia, kata Presiden.
"Walaupun demikian, saya juga tidak ingin kita sekadar ikut-ikutan atau mengikuti tren atau banyak negara yang sudah ikut kemudian kita juga lantas ikut."
"Kita harus betul-betul melihat kepentingan nasional kita, terutama yang berkaitan dengan warga negara kita yang terkena gangguan kesehatan dan juga kepentingan generasi muda ke depan dari anak-anak kita," katanya.
Ia menegaskan, Indonesia perlu memikirkan, pihak yang kerap dan kadang dilupakan yakni kelangsungan hidup petani tembakau dan para buruh tembakau yang hidup dan bergantung pada industri tembakau.
"Ini juga tidak kecil. Menyangkut orang yang sangat banyak. Untuk itu dalam ratas siang ini, aspek yang saya sampaikan tadi harus kita lihat semuanya," katanya.
Mantan Gubernur DKI itu menegaskan, solusi yang diambil harus betul-betul komprehensif dan melihat dari seluruh aspek.
Dengan begitu maka keputusan yang diambil pemerintah terkait persoalan itu mampu mendatangkan manfaat bagi semua pihak.
"Sehingga, apa yang kita putuskan betul-betul bermanfaat bagi semuanya," katanya.
WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) dikembangkan untuk merespon meluasnya tembakau dan untuk menghormati hak semua orang atas standar kesehatan yang baik.
Pewarta: Hanni Sofia Soepardi
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016