... ratusan wanita dibunuh keluarganya di Pakistan setiap tahun dengan dalih membela apa yang disebut kehormatan keluarga...Lahore, Pakistan (ANTARA News) - Kelompok ulama berpengaruh di Pakistan, Senin (13/06), mengeluarkan fatwa terhadap kasus pembunuhan demi kehormatan, dengan seorang juru bicara menyebutnya “tidak etis dan tidak dapat dibenarkan,” menyusul serangkaian serangan terhadap perempuan yang menimbulkan kemarahan nasional.
Sunni Ittehad Council (SIC) mengatakan, pembunuhan yang terjadi di Lahore pekan lalu terhadap remaja bernama Zeenat Bibi karena ia menikahi pria pilihannya adalah “dosa besar.”
Fatwa tersebut didukung sampai 40 ulama di dalam dewan itu, sekelompok organisasi Sunni yang memiliki pengaruh cukup besar di Provinsi Punjab, Pakistan.
Allah SWT menyatakan bahwa perempuan harus dibebaskan untuk menikahi siapa saja yang mereka pilih selama kedua belah pihak setuju, ungkap Sekretaris Jenderal SIC Punjab, Mufti Saeed Rizvi, kepada AFP pada Senin.
“Sehingga pembunuhan dengan cara yang normal atau brutal (membakar hidup-hidup, dan lain-lain), seperti yang dilakukan terhadap Zeenat di Lahore baru-baru ini, benar-benar suatu dosa besar," kata dia.
"Semua ulama mengecamnya dan menyatakan itu pelanggaran hukum, tidak konstitusional, tidak demokratis, tidak etis dan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan harus dihentikan oleh negara bagian,” katanya.
Islam, katanya, menghormati hak-hak perempuan, sementara isu kehormatan itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama.
Hingga sekarang, ratusan wanita dibunuh keluarganya di Pakistan setiap tahun dengan dalih membela apa yang disebut kehormatan keluarga.
"Seorang Gadis di Sungai: Harga Pengampunan" --film tentang kisah seorang penyintas yang jumlahnya sangat sedikit atas percobaan pembunuhan demi kehormatan-- memenangkan Piala Oscar untuk film dokumenter pendek terbaik pada Februari.
Di tengah publisitas film, Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif, berjanji memberantas "kejahatan" atas pembunuhan atas nama kehormatan namun tak ada hukum baru yang dibahas sejak itu.
Penerjemah: ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016