Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia hingga kini masih berkeras untuk mempertahankan empat prinsip yang menjadi kendala tercapainya kesepakatan kerja sama pertahanan (Defence Corporation Agreement) antara RI-Singapura.
"Salah satu hal prinsip yang masih kita pertahankan adalah masa berlaku kerja sama dalam DCA," kata Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Jakarta usai seminar Air Power 2007, Rabu.
Ia mengemukakan dalam point masa berlaku DCA, Singapura menginginkan jangka waktu 25 tahun tanpa mekanisme evaluasi, sedangkan Indonesia menghendaki jangka waktu kerja sama 25 tahun dan akan dievaluasi setiap lima tahun sekali.
"Kita menghendaki jangka waktu lima tahun agar sesuai dengan mekanisme atau siklus pemerintahan kita yang menganut sistem lima tahunan," katanya.
Jadi, masih menurutnya, Indonesia ingin setiap bentuk kerja sama yang dilakukan dengan negara asing termasuk Singapura harus benar-benar dilandasi dengan saling menguntungkan bagi kedua pihak tanpa mengabaikan kepentingan nasional.
Selain masalah jangka waktu, Indonesia dan Singapura belum sepakat mengenai permintaan Singapura agar Indonesia mengakui hak tradisionalnya atas Laut China Selatan sebagai daerah latihan negara tersebut.
Indonesia menolak hal tersebut karena tidak dikenal dalam hukum internasional UNCLOS 1982. Selain itu pemberian izin latihan militer di wilayah Indonesia sepenuhnya merupakan kewenangan RI dan bukang hak Singapuran.
Hal prinsip lainnya yang masih menjadi hambatan adalah Singapura meminta untuk dapat menggunakan wilayah laut Indonesia, khususnya Natuna untuk latihan militer.
"Kita menolak permintaan itu dengan alasan wilayah yang dikehendaki sebagian besar adalah wilayah Malaysia dan dalam wilayah Indonesia sendiri terdapat kendala hukum seperti Perjanjian Koridor Laut dan Udara serta Perikanan Tradisional Dengan Malaysia, Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) serta adanya jaringan instalasi vital Indonesia," kata Juwono.
Hal prinsip lain yang masih menjadi krikil tercapainya kesepakatan tersebut adalah pelibatan pihak ketiga dimana Indonesia mempunyai hak untuk menentukan bentuk partisipasinya termasuk untuk menentukan bahwa posisi pihak ketiga harus tunduk dalam hukum Indonesia karena mereka berada di wilayah kedaulatan Indonesia.
Itu ditolak oleh Singapura dengan alasan pihak ketiga kemungkinan besar akan menolak keinginan RI tersebut.
Perundingan DCA antara Indonesia dan Singapura telah berlangsung sejak Juli 2005 selama tujuh kali putaran. Putaran terakhir dilaksanakan pada 5 Desember-6 Desember 2006 dengan menyepakati 13 pasal dan empat pasal lainnya belum tercapai kesepakatan.
Pembahasan tersebut akan dilakukan secara pararel dengan pembicaraan mengenai ekstradiksi antara dua negara dan selalu dikoordinasikan dengan pihak Departemen Luar Negeri sehingga nantinya kerjasama pertahanan kedua negara dapat benar-benar mendukung kepentingan nasional Indonesia.(*)