Washington (ANTARA News) - Pemimpin kelompok advokasi muslim terkemuka Amerika Serikat (AS) pada Minggu (12/6) mengutuk keras aksi pembantaian di sebuah kelub malam di Orlando, Florida.
Nihad Awad, direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika-Islam, menyerukan persatuan dan mendesak politikus tidak "mengeksploitasi" pembantaian di Orlando, yang menewaskan 50 orang dan melukai puluhan lainnya.
"Ini kejahatan kebencian. Kami mengutuknya dengan istilah paling keras," kata Awad dalam sebuah konferensi pers.
"Ini melanggar prinsip-prinsip kami sebagai warga Amerika dan sebagai Muslim. Saya ingin menegaskan bahwa kami tidak menoleransi ekstremisme dalam bentuk apa pun," katanya seperti dikutip kantor berita AFP.
FBI menyatakan bahwa pria Amerika bersenjata bernama Omar Mateen (29), yang meninggal dalam baku tembak dengan polisi, diyakini telah menghubungi nomor 911 dan menyatakan kesetiaannya terhadap ISIS sebelum insiden penembakan terjadi.
Awad menyebut pelaporan tersebut dan mengatakan bahwa dia ingin menyampaikan pesan kepada anggota dan pendukung ISIS.
"Kalian tidak berbicara untuk kami. Kalian tidak mewakili kami. Kalian menyimpang, kalian adalah penjahat."
Awad juga mengingatkan bahwa serangan pelaku kejahatan seperti yang terjadi di Orlando "ditujukan hanya untuk memecah kita" dan menyeru para pemimpin politik untuk tenang.
"Dan kepada para politisi yang mungkin ingin mengeksploitasi tragedi ini, kami meminta mereka menghargai para korban dan keluarga mereka. Ini bukan waktu untuk mencetak poin. Ini bukan waktu untuk mengeksploitasi ketakutan. Ini waktu untuk persatuan dan keyakinan."
Kandidat presiden Amerika Serikat Donald Trump langsung mengklaim bahwa kejadian itu menunjukkan bahwa dia selama ini benar tentang ekstremisme Islam.
Pembawa bendera Partai Republik itu menuntut Presiden Barack Obama mundur jika dia menolak menyalahkan serangan itu pada apa yang disebut Trump sebagai "Islam radikal."
Dia sebelumnya menyatakan kejadian-kejadian seperti penembakan di San Bernardino tahun lalu menunjukkan bahwa Amerika Serikat harus melarang Muslim masuk ke wilayahnya.
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016