Satu kontainer berisi 14 ton pasir timah yang dilarang diekspor berhasil diamankan petugas Bea Cukai Bandar Lampung. Hal ini terungkap dalam acara konferensi pers yang diadakan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bandar Lampung yang mengambil tempat di area Pelabuhan Panjang Bandar Lampung, Selasa 12 April 2016.
Hadir dalam acara tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi, Direktur P2 DJBC Harry Mulya, Direktur PPKC Rahmat Subagyo, Kepala Kanwil DJBC Sumbagsel Aflah Farobi, Kepala Kanwil DJBC Khusus Kepri, Kanwil DJBC Banten, Kepala KPPBC Bandar Lampung Beni Novri (saat itu), seluruh Kepala Pangkalan Sarana Operasi DJBC, Perwakilan Kepala Dinas Tambang dan Energi Bandar Lampung, dan Direktur Kriminal Khusus Polda Lampung.
Pasir timah atau bijih timah yang diperkirakan senilai Rp 2,1 miliar itu rencananya akan diekspor PT WPS ke Singapura. Awal mulanya barang tersebut diberitahukan sebagai arang kayu (Lumpwood Charcoal) sebanyak 1 kontainer 40 feet. Menurut Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi, pada 8 April 2016 dilakukan pemeriksaan terhadap kontainer tersebut.
Dalam dokumen ekspornya diketahui bahwa barang yang akan diekspor berupa arang kayu sebanyak 16,69 ton yang dikemas dalam 40 karung besar (jumbo bags). Dari hasil pemeriksaan kontainer, diketahui bahwa dalam karung besar yang diberitahukan sebagai arang tersebut terdapat karung lain yang berisi pasir timah.
Dari 40 karung besar tersebut terdapat 14 karung besar yang berisi pasir timah dengan rincian keseluruhan adalah 280 karung kecil @50 kg, sehingga totalnya adalah 14.000 kilogram.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut,barang ditegah. Saat ini sedang dilakukan penelitian lebih lanjut sesuai dengan ketentuan untuk dapat dilakukan pengembangan penindakan,” ujar Dirjen. Penyelundupan pasir timah sangat merugikan Indonesia karena akan menyebabkan harga timah semakin turun.
Hal ini terjadi karena stok timah di pasaran dunia mengalami surplus, sehingga yang lebih diuntungkan adalah negara-negara lain yang menumpuk timah asal Indonesia dan mengakuinya sebagai timah produksinya. Semakin merosotnya harga timah tentu saja pada akhirnya dapat menambah angka pengangguran karena banyaknya perusahaan yang tutup.
Menurut Dirjen, penambangan pasir timah dapat merugikan pendapatan negara karena negara tidak menerima PPN, PPh, dan Bea Keluar. Selain itu, daerah penghasil pun tidak menerima dana royalti pertambangan timah dari hasli ekspornya, sebagai akibat dari aktivitas ekspor dan pertambangan timah secara ilegal.
Bijih Timah berasosiasi dengan unsur-unsur logam tanah jarang yang bernilai tinggi. “Pasir timah asal Bangka diketahui mengandung Serium (Ce), Itrium (Y), Titanium, dan Torium (Th), yang dapat digunakan untuk pembuatan senjata mengingat sifatnya yang ringan tapi sangat kuat, serta kandungan senyawa radioaktif lainnya seperti Uranium, yang semuanya berkaitan dengan masalah pertahanan dan keamanan negara,” pungkas Dirjen.(*)
Informasi ini terselenggara atas kerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016