Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi 1 DPR Elnino M. Husein Mohi mengkritisi kinerja Panitia Seleksi Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia karena melaksanakan proses rekrutmen melanggar aturan dan tidak mempertimbangkan kebhinekaan anak bangsa.
"Revolusi mental itu kini sedang terancam dengan proses rekrutmen komisioner KPI yang melanggar aturan dan tidak mempertimbangkan kebhinekaan anak bangsa," katanya di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan, dalam Peraturan no 9 tahun 2013 tentang Organisasi Dan Tata Kerja KPI pasal 13 ayat 8 dikatakan bahwa incumbent mestinya tidak lagi mengikuti psikotes tetapi langsung ikut uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Namun, menurut dia, para incumbent itu digugurkan melalui psikotes dan tidak masuk ke tahap selanjutnya oleh Pansel
"Pansel juga sama sekali tidak mempertimbangkan perwakilan wilayah yang menggambarkan perbedaan kultur rakyat indonesia," ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan dari 47 nama yang lolos sampai tahap ketiga, tidak ada satu nama yang berasal dari Indonesia Timur.
Padahal, menurut dia, kita ingin adanya KPI yang benar-benar mengerti ke-bhinneka-tunggal-ika-an bangsa ini.
"Kalau tidak ada satu pun dari Indonesia Timur, itu berarti sama sekali tidak ada perspektif orang timur ketika KPI menangani suatu masalah di TV/Radio. Itu berbahaya bagi keutuhan bangsa ini kedepan," katanya.
Dia berharap agar Pansel yang sebagian besar diisi oleh nama-nama yang punya kredibilitas tinggi itu, jangan sampai disusupi oleh oknum-oknum tertentu yang bisa merusak nama baik mereka.
Elnino menegaskan Fraksi Gerindra siap menolak hasil Pansel tersebut jika tetap dipaksakan oleh Menkominfo tanpa ada perbaikan sama sekali.
"Demi bangsa ini kedepan, demi revolusi mental, perlu rasanya Presiden mengingatkan kepada Menteri Kominfo agar mempertimbangkan hal-hal di atas," ujarnya.
Selain itu, dia menilai, Revolusi Mental yang digaungkan Presiden Jokowi berkaitan erat dengan pembangunan karakter bangsa menuju manusia Indonesia seutuhnya berlandaskan ideologi Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD NRI 1945.
Selain itu untuk mewujudkan manusia cerdas, substansial dan visioner, berIPTEK dan berIMTAQ sehingga membangun karakter bangsa berarti membangun mindset dan itu sangat tergantung pada baik/buruknya performa media.
"Jika medianya berkarakter Pancasila, maka akan demikian pula bangsa ini kedepan," katanya.
Dia mengatakan Media yang paling berpengaruh saat ini dan juga puluhan tahun kedepan adalah televisi dan radio yang diawasi dan diarahkan oleh KPI.
Dia menilai KPI berperan sentral dalam revolusi mental atau revolusi kultural tersebut sehingga apabila KPI baik maka TV+Radio baik, maka bangsa baik.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016