Pemerintah menghimpun pembiayaan yang berasal dari utang sebesar Rp211,2 triliun dan non-utang sebesar Rp2,1 triliun.
"Pembiayaan utang bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman sedangkan pembiayaan non-utang bersumber dari perbankan dalam negeri," kata Kepala Pusat Harmonisasi dan Analisis Kebijakan Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, dalam konferensi pers terkait APBN 2016 di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat.
Sementara itu, realisasi pembiayaan utang berasal dari penerbitan SBN neto sebesar Rp221,5 triliun dan penarikan pinjaman sebesar negatif Rp10,4 triliun.
"Penerbitan secara gross mencapai Rp340,1 triliun atau 61,2 persen dari target gross APBN sebesar Rp555,7 triliun," katanya.
Selanjutnya, penerbitan SBN gross termasuk penerbitan SBN valuta asing sebesar 6 miliar dolar AS equivalent Rp82,1 triliun.
"Tingginya persentase realisasi penerbitan SBN gross ini sejalan dengan front loading untuk memanfaatkan tingginya likuiditas, membiayai realisasi defisit APBN yang cukup besar sejak awal tahun dan membiayai utang jatuh tempo atau dibeli kembali," kata Luky yang juga Jubir Kemenkeu itu.
Ada pun, jumlah SBN jatuh tempo dan dibeli kembali sampai dengan Mei 2016 mencapai Rp118,9 triliun.
Sementara itu, realisasi penarikan pinjaman luar negeri melalui pinjaman program adalah sebesar 500 juta dolar AS equivalent Rp6,7 triliun yang berasal dari Bank Dunia.
Berdasarkan hasil realisasi defisit anggaran sebesar Rp189,1 triliun dan realiasi pembiayaan anggaran sebesar Rp213,4 triliun, maka dalam pelaksanaan APBN hingga Mei 2016 terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp24,2 triliun.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016