Jakarta (ANTARA News) - Walikota Surabaya Tri Rismaharini menyebutkan permasalahan kewenangan pengelolaan pendidikan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah daerah, bukanlah sekadar permasalahan tentang sekolah.
"Permasalahan ini bukan hanya sekedar sekolah, tapi bagaimana menangani anak secara komprehensif," ujar Risma di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Hal itu dia katakan seusai memberikan keterangan sebagai saksi dari pihak pemohon yang mengajukan uji materi undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) di Mahkamah Konstitusi.
Risma menjelaskan bahwa menangani anak secara menyeluruh tidak hanya masalah pendidikan formil di sekolah semata, namun anak juga harus diperhatikan pendidikan moral serta kesehatan fisiknya.
"Karena pintar tapi sakit-sakitan tidak ada gunanya, pintar tapi tidak punya empati juga untuk apa," ujar Risma.
Terkait dengan hal itu Risma menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat lebih jeli melihat kebutuhan terkait pendidikan anak tersebut, sehingga kewenangan seharusnya berada di pemerintah daerah bukan pemerintah pusat untuk mengelola pendidikan.
"Kalau masalah kurangnya standar itu bisa ditutup dari pemerintah provinsi, tapi bukan menjauhkan dari pemerintah daerah," pungkas Risma.
Permohonan perkara ini diajukan oleh beberapa warga kota Surabaya bersama dengan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar.
Para pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan adanya ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda, dan Lampiran Undang Undang Pemda Angka 1 huruf A tentang pembagian urusan pemerintahan bidang pendidikan.
Para pemohon menilai ketentuan-ketentuan tersebut berpotensi menghilangkan jaminan bagi warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945.
Ketentuan-ketentuan tersebut berisi tentang pengalihanpengurusan pendidikan dari pemerintah kabupaten- kota kepada pemerintah provinsi.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016