Makassar (ANTARA News) - Guru sukarela SMA Negeri 2 Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Mubazir, mendekam di sel tahanan karena dilaporkan orangtua muridnya. Bukan sekali ini guru dikriminalisasi, justru oleh orangtua siswa yang menitipkan anaknya untuk dididik di sekolah.

"Belum tuntas masalah ibu guru Nurmayani di Bantaeng dan Muhammad Arsal di Selayar, kini Pak Guru Mubazir mendekam di penjara," ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia 2016-2021, Muhammad Ramli Rahim, di Makassar, Rabu.

Rahim mengatakan, adalah orangtua murid bernama Saharuddin yang melaporkan Mubazir, ke Polsek Sinjai Selatan, yang berujung penahanan guru itu.

"Satu lagi ancaman atas upaya guru mendidik siswa dan bukan hanya sekedar mengajar siswa," kata Rahim.

Dia bercerita, kejadiannya bermula saat menjelang ujian semester, sekolah mengumumkan agar seluruh siswa SMAN 2 Sinjai Selatan merapikan rambutnya.

"Pada saat hari pertama ujian semester 30 Mei 2016, semua siswa yang belum memotong rambut dipotong rambutnya kecuali Saharuddin yang menolak pemotongan rambut dengan alasan akan memotong sendiri rambutnya," katanya.

Hari Selasa, Rabu, Kamis hingga Jumat berlalu, ujar dia, Saharuddin tidak juga memotong rambutnya hingga akhirnya guru-guru mengambil tindakan tegas.

"Pak guru Mubazir mendapat tugas memotong rambut Saharuddin. Saat dipotong rambutnya, Saharuddin menolak dan menangkis dengan tangan yang berakibat tergoresnya tangan Saharuddin," katanya.

Saharuddin kemudian diberikan pengobatan di UKS meskipun lukanya tidak seberapa dan pulang dari sekolah dengan rasa bersalah.

Tapi kemudian keesokan harinya, Saharuddin bersama ibunya melaporkan Mubazir ke Polsek Sinjai Selatan.


Pada Senin (6/6), Kepala SMAN 2 Sinjai Selatan, Andi Ahmad, mengunjungi ibu korban dan ibu korban menerima penjelasan secara baik; tetapi ayah korban ngotot untuk tetap mempolisikan Mubazir.


"Kini Pak Mubazir telah mendekam di hari kedua dalam sel polisi. bupati, camat, kepala dinas, legislator, mengapa kalian semua diam dan membiarkan pendidik dan pencetak masa depan bangsa harus merasakan dinginnya bilik dibalik jeruji besi ?," ujar Rahim.

Dia berkata lagi, "Sampai kapan kita membiarkan guru-guru kita mendidik dalam ketakutan. "Bapak dan ibu para orangtua, apakah bapak dan ibu sanggup mendidik dan mengajar anak-anak kalian tanpa guru."

"Bahkan untuk sesuatu yang tidak disengaja, ujar dia, bapak dan ibu para orang tua siswa ngotot memenjarakan guru-guru Indonesia," katanya.

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016