"Itu kan sudah lama dilaunching sejak Januari lalu, sekarang saya dapat informasi kalau terganjal karena belum dikeluarkan Perpresnya," kata Edy dalam media briefing di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan tujuan pembentukan KNKS agar terkoordinasi semua regulator termasuk dengan industri keuangan sendiri.
"Selain itu, sektor syariah dapat bersinergi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya. Mudah-mudah pada bulan yang penuh berkah ini (Ramadhan) keluar Perpresnya," ucap Edy.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti terkait belum terbentuknya pendanaan terhadap Badan Pengelola Dana Haji padahal Undang-Undang-nya sudah ada.
"Padahal banyak inisiatif yang masuk ke keuangan syariah. Selain itu, asuransi syariah harus muncul di sana jangan sampai bank melihat karena kapasitas asuransi syariah kurang, maka akhirnya masyarakat malah mengambil yang asuransi konvensional," ucap Edy.
Ia juga menambahkan sukuk saat ini sekitar Rp300 triliun apabila perbankan syariah belum bisa memanfaatkan keberadaan sukuk, maka tidak akan bertambah ekspansi dari perbankan syariah dan juga untuk mengelola dana syariahnya.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Sarjito mengakui bahwa belum ada insentif yang sangat nyata terhadap industri keuangan syariah.
"Makanya OJK berusaha sekali agar ada insentif yang nyata itu karena kami juga berkoordinasi dengan perbankan syariah, pasar modal syariah, dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah dan semuanya tentu saja akan kami kembangkan bersama-sama," katanya.
Menurut Sarjito, selama ini insentif yang diberikan pihaknya adalah berupa kemudahan pungutan murah.
"Insentif-insentif lain sedang kami usahakan. Kami sedang diskusi dengan Kemenkeu mengenai soal perpajakannya dan lain-lain. Kami juga dorong Kementerian BUMN agar anak usuhanya bisa menerbitkan sukuk," tuturnya.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016