Surabaya (ANTARA News) - Badan Meteorologi dan Geofisika kini terus memantau perkembangan dua pusat tekanan rendah yang muncul di wilayah Australia, sebab jika aktif diperkirakan dampaknya akan dirasakan di Indonesia. "Dua pusat tekanan rendah itu saat ini belum aktif. Tapi kami terus memantaunya," kata praktisi cuaca dan kelautan, BMG Maritim Tanjung Perak Surabaya, Eko Prasetyo, di Surabaya, Rabu. Menurut dia, dua pusat tekanan rendah itu masing-masing berada di 11 derajat Lintang Selatan (LS)-135 derajat Bujur Timur (BT) sebelah Utara Australia, sedang satunya berada di 18 derajat LS-120 derajat BT di sebelah Barat Australia. Jika pusat tekanan rendah itu menguat diperkirakan dalam tiga hari kedepan bisa menimbulkan badai. Sementara itu, berdasarkan teori, jika dua pusat tekanan rendah tersebut menguat dan bertemu, maka dampak yang ditimbulkan akan sangat dahsyat. Lebih lanjut Eko mengemukakan, munculnya pusat tekanan rendah kini dampaknya sudah dirasakan dampaknya di Indonesia, utamanya di kawasan Selatan Jawa. Awan cumulu nimbus (CB) kini tumbuh di Laut Jawa maupun di perairan Selatan Jatim. Cuaca di perairan diprediksi hingga 21 Maret pagi akan berkabut, sehingga jarak pandang lebih pendek dari biasanya. "Hati-hati jarak pandang akan lebih pendek dari biasanya, yaitu 500 meter hingga lima kilometer," katanya. Kondisi itu diprediksi akan diperburuk dengan kecenderungan meningkatnya kecepatan angin dan tinggi gelombang di perairan Laut Jawa dan perairan Samudera Hindia. Tinggi gelombang bisa naik 0,5 cm dari normalnya di Utara Laut Jawa, sedangkan di Samudera Hindia naik antara 0,5-1 meter dari normal 1-1,25 meter. Sementara kecepatan angin di perairan Laut Jawa bisa mencapai 40 kilometer per jam dan di Samudera Hindia mencapai 50 kilometer per jam. "Cuaca di Laut Jawa akan hujan deras, sedangkan di perairan Samudera Hindia atau Selatan Jawa Timur akan hujan ringan. Kondisi yang hampir sama juga dirasakan di Laut Bali dan perairan Nusa Tengara bagian Utara," katanya menambahkan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007