Jakarta (ANTARA News) - Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Edy Setiadi mengatakan market share atau pangsa pasar keuangan syariah secara keseluruhan belum mencapai 5 persen dari total aset keuangan nasional.
"Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tentunya hal ini menjadikan keprihatinan kita bersama. Upaya-upaya pengembangan keuangan syariah perlu terus digalakkan," kata Edy dalam media briefing di Jakarta, Senin.
Menurut Edy, keuangan syariah di Indonesia telah berkembang dengan pesat dalam 5 tahun terakhir baik dari jumlah pelaku maupun aset keuangan syariah di perbankan, pasar modal, dan IKNB.
"Hingga Maret 2016, aset perbankan dan IKNB Syariah telah mencapai Rp359 triliun dengan rincian perbankan syariah Rp290 triliun dan IKNB Syariah Rp69 triliun. Sedangkan sukuk negara telah mencapai Rp376 triliun," ucap Edy.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Sarjito mengakui bahwa belum ada insentif yang sangat nyata terhadap industri keuangan syariah.
"Makanya OJK berusaha sekali agar ada insentif yang nyata itu karena kami juga berkoordinasi dengan perbankan syariah, pasar modal syariah, dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) syariah dan semuanya tentu saja akan kami kembangkan bersama-sama," katanya.
Menurut Sarjito, selama ini insentif yang diberikan pihaknya adalah berupa kemudahan pungutan murah.
"Insentif-insentif lain sedang kami usahakan. Kami sedang diskusi dengan Kemenkeu mengenai soal perpajakannya dan lain-lain. Kami juga dorong Kementerian BUMN agar anak usuhanya bisa menerbitkan sukuk," tuturnya.
Terkait sisi perpajakan, Sarjito mengungkapkan bahwa hal itu masih di luar kontrol OJK, namun tentu saja pemerintah akan mendorong itu.
Sebagai contoh, kata dia, Dana Investasi Real Estate (DIRE) syariah. "Dulu DIRE syariah dianggap kurang menarik tetapi dengan adanya. hal-hal yang baru, DIRE syariah akan menarik walaupun belum dijalankan. Mungkin prosesnya sama saat kita meminta kemudahan untuk perpajakan agar tumbuh DIRE syariah di Indonesia," ucap Sarjito.
Terkait DIRE syariah, ia juga mengatakan perlu dikembangkan karena merupakan produk investasi yang berkaitan langsung dengan sektor riil.
"Hal ini karena adanya minat Manajer Investasi (MI) untuk menerbitkan DIRE syariah," katanya.
Ia mengemukakan terdapat tiga urgensi terkait pengaturan DIRE syariah tersebut antara lain kepastian hukum, pemenuhan prinsip-prinsip syariah di pasar modal, dan pengaturan DIRE syariah di negara lain.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016