Washington (ANTARA News) - Melalui rekayasa genetika, peneliti Amerika Serikat (AS) berhasil mengembangbiakkan nyamuk yang resisten terhadap parasit malaria, meningkatkan kemungkinan untuk menghentikan penyebaran penyakit tersebut suatu hari.
Menurut hasil studi terkini yang dipublikasikan dalam "the Proceedings of the National Academy of Sciences" pada Senin, nyamuk hasil rekayasa genetika itu merupakan keturunan dari nyamuk yang diberi makan darah tikus terinfeksi malaria.
Penelitian tersebut menawarkan kemungkinan pengendalian malaria dengan melepaskan serangga yang telah berubah secara genetik ke alam liar dan memberi mereka kesempatan untuk mengambilalih posisi sepupu alamiah mereka.
Ilmuwan dari Johns Hopkins University di Baltimore, Maryland, menggabungkan dalam jumlah yang sama nyamuk hasil rekayasa genetika dan nyamuk alami di laboratorium dan membiarkan mereka mengonsumsi tikus yang terinfeksi malaria.
Jumlah serangga hasil rekayasa genetika yang bisa bertahan hidup lebih banyak dan mereka juga menelurkan lebih banyak telur.
Setelah generasi kesembilan, terdapat 70 persen nyamuk hasil rekayasa genetika padahal sebelumnya hanya terdapat 50 persen dalam percobaan itu, demikian menurut tulisan Marcello Jacobs-Lorena dan rekan-rekannya dalam publikasi tersebut.
Hasil studi juga menyebutkan bahwa ketika diberi makan dengan darah yang terinfeksi, "nyamuk transgenik resisten malaria memiliki keunggulan selektif dibanding nyamuk non-transgenik".
Nyamuk hasil penelitian laboratorium tersebut mampu bersaing dengan serangga alami lainnya ketika diberi makan dengan darah yang tidak terinfeksi namun tidak mampu menelurkan keturunan serangga alami.
Agar strategi penanggulangan malaria efektif, nyamuk transgenik tersebut harus mampu menghasilkan keturunan alami saat tidak diberi makan darah tak terinfeksi.
Penelitian lanjutan masih diperlukan sebelum nyamuk transgenik tersebut dilepaskan ke alam liar, sebab hanya sebagian kecil saja nyamuk alamiah yang terpapar malaria.
"Namun penelitian ini tetap membawa `implikasi penting bagi penerapan modifikasi genetik nyamuk untuk pengendalian malaria`," kata penulis seperti dilansir AFP.
Penelitian itu menggunakan parasit P. berghei dan bukan spesies parasit yang lebih berbahaya seperti--Plasmodium falciparum--yang bertanggungjawab dalam penularan malaria serius pada manusia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, setiap tahun 350 juta hingga 500 juta orang terinfeksi malaria dan 700 ribu hingga 2,7 juta diantaranya meninggal dunia, termasuk lebih dari satu juta anak di Afrika.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007