"Itu hasil pendataan sementara, jumlah riilnya kemungkinan besar akan lebih dari itu karena proses pendataan masih terus berjalan. Ini sangat memprihatinkan," kata Wakil Bupati Tolitoli Abd Rahman di Tolitoli, Minggu.
Menurut dia, masih ada beberapa kecamatan penghasil cengkeh di daerah itu yang belum sempat dikunjungi oleh tim pendataan yang dibentuk dinas perkebunan.
Selain pohon cengkeh mati, pemerintah di kabupaten penghasil cengkeh terbesar di Provinsi Sulteng itu juga intens mendata pohon cengkeh yang mengalami penurunan produktifitas akibat mengalami gangguan kesuburan yang juga disebabkan oleh kemarau.
"Berdasarkan laporan yang kami terima, jumlah pohon cengkeh yang tidak mati tetapi mengalami gangguan kesuburan akibat kemarau juga mencapai puluhan ribu pohon. Kasus ini paling banyak ditemukan di Kecamatan Tolitoli Utara," ungkapnya.
Untuk memastikan akurasi data, Pemkab juga menyatakan siap menerima laporan langsung dari kelompok masyarakat pekebun di setiap kecamatan. Hasil pendataan tersebut akan dijadikan acuan dalam merancang anggaran yang akan dialokasikan rehabilitasi, pengadaan bantuan pupuk dan bibit kepada masyarakat mulai tahun 2016 ini.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menambahkan penyaluran bantuan pupuk dan bibit cengkeh sudah menjadi rutinitas kegiatan pemkab setiap tahunnya, namun dia memastikan tahun ini jumlahnya akan lebih besar.
Sementara para pemilik kebun berharap pemerintah secepatnya menyalurkan bantuan pupuk dan bibit cengkeh sehingga mereka dapat segera melakukan penebangan pohon cengkeh yang telah mati dan menggantinya dengan bibit baru.
"Semoga pemerintah dapat menyalurkan bantuan bibit di pertengahan tahun ini sehingga proses peremajaan dapat segera dilakukan," kata Rosidin (42), salah seorang pemilik kebun cengkeh di Kecamatan Dakopemean, Minggu.
Menurut dia, upaya pembibitan ulang sebenarnya dapat dilakukan secara mandiri oleh warga, namun selain membutuhkan biaya yang cukup besar, langkah tersebut juga memakan waktu yang cukup panjang.
Saat ini, kata dia, harga bibit di sejumlah penangkar juga cukup tinggi yakni mencapai Rp15.000 per pohonnya, sementara hasil panen yang diperoleh warga baru-baru ini sangat rendah bahkan beberapa di antaranya dinyatakan gagal panen.
"Matinya tegakan pohon cengkeh pada musim kemarau lalu tidak terduga, sehingga masyarakat tidak melakukan upaya pembibitan sebagai langkah antisipasi. Keuntungan yang diperoleh pada panen baru-baru ini hanya cukup untuk menutupi biaya hidup petani sehari-hari, tidak ada yang tersisa untuk belanja bibit," tuturnya.
Pewarta: Fauzi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016