“Jadi harus ada toleransi, saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada pada pihak lain,” kata Menag Lukman usai menjadi narasumber pada #kopdarmenag tentang #maknaicinta di rumah dinas WIdya Chandra, Jakarta, Sabtu (04/06).
Disinggung soal warung makan yang tetap buka, Menag dalam laman kemenag mengatakan bahwa kalau memang harus buka karena untuk memenuhi kebutuhan sesama warga bangsa yang tidak sedang berpuasa, maka tentu harus dilakukan dengan penuh kearifan. Misalnya, lanjut Menag, sebagian besar warung itu ditutup sehingga orang yang berpuasa juga bisa beribadah dengan nyaman.
“Umat beragama apapun ketika sedang menjalankan ibadah, kita sepantasnya menghormati yang sedang beribadah. Tapi yang sedang menjalankan ibadah pun juga akan sangat baik kalau juga bisa menghargai dan menghormati yang tidak sedang berpuasa,” ujarnya.
Menurut Menag, tidak semua warga Indonesia berkewajiban berpuasa, tergantung agama yang dianutnya. Bahkan yang beragama Islam sekalipun, tidak semuanya berpuasa karena beberapa sebab, antara lain dalam perjalanan (musafir), sedang sakit, wanita yang sedang hamil, menyusui, atau menstruasi dan lainnya.
Membuka warung makan pun menjadi hak orang yang bekerjasanya memang sebagai penjual makanan. Apalagi kalau itu adalah satu-satunya mata pencaharian baginya untuk manafkahi keluarga. “Kita kan juga harus mempunyai tenggang rasa dan empati,” terangnya.
Terkait sweeping, Menag berharap seperti tahun lalu, tidak ada yang melakukan sweeping pada puasa tahun ini. Menurutnya, semua pihak harus lebih mendahulukan tenggang rasa sehingga tidak perlu mengudang pihak lain untuk menempuh cara instan apalagi dengan menggunakan kekerasan dan sweeping. “Jadi tanpa harus sweeping, semua kita bisa saling menghargai antara satu dengan yang lain,” tandasnya.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016