Jakarta (ANTARA News) - Salah satu contoh akibat belum optimalnya kampanye literasi dan inklusi keuangan di negeri ini adalah masih merajalelanya investasi ilegal atau biasa disebut investasi bodong.
Hingga saat ini investasi yang telah merugikan masyarakat hingga puluhan triliun rupiah itu masih mengancam, karena itu kehati-hatian dan pemahaman masyarakat tentang manfaat dan risiko investasi, harus terus ditingkatkan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa sepanjang kuartal I/2016 terdapat 400 perusahaan yang tidak memiliki izin menawarkan produk investasi ke masyarakat.
Hingga beberapa tahun yang lalu dilaporkan bahwa total dana nasabah yang tersangkut di berbagai investasi bodong atau investasi yang masuk dalam ketegori mencurigakan mencapai Rp40 triliun lebih.
Investasi yang menawarkan imbal hasil tinggi itu antara lain investasi agrobisnis seperti Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) dengan jumlah nasabah 6.800 orang/lembaga dengan jumlah kerugian Rp467 miliar, Add Farm (8.500 nasabah dengan kerugian Rp544 miliar), dan Koperasi Langit Biru dengan 115.000 nasabah dan kerugian Rp6 triliun.
Selain itu investasi komoditas dan valuta seperti Sarana Perdana Indoglobal (SPI) dengan jumlah nasabah 3.401 orang dan kerugian Rp1,5 triliun-Rp3 triliun), Wahana Global Bersama (11.500 nasabah dengan kerugian Rp3,5 triliun-Rp7 triliun), dan Gama Smart dengan jumlah nasabah sekitar 10,000 orang dengan kerugian sekitar Rp12 triliun.
Investasi lainnya adalah investasi emas seperti Raihan Jewellery dengan kisaran dana terkumpul Rp13,2 triliun, Virgin Gold Mining Corporation (VGMC) dengan jumlah nasabah sekitar 40.000 orang dan perkiraan dana terkumpul Rp500 miliar, serta Pohon Emas dengan jumlah nasabah sekitar 24.000 orang dan kerugian sekitar Rp574,10 miliar.
DPR telah mengingatkan OJK agar meningkatkan pemahaman dan pengawasan di masyarakat tentang bahaya investasi ilegal itu.
Lembaga legislatif itu juga minta OJK untuk tegas dan ketat dalam memberi izin perusahaan investasi, termasuk jeli memeriksa rekam jejak pengusaha dan pengelola perusahaan investasi guna mengurangi kerugian masyarakat akibat tertipu investasi bodong.
OJK juga diharapkan mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat terkait penipuan investasi.
Membuat "melek"
Sebagai otoritas yang diberikan kewenangan dalam melakukan literasi keuangan atau membuat masyarakat "melek" atau memahami sektor keuangan dan melindungi konsumen keuangan, OJK sebenarnya tidak tinggal diam.
OJK terus memperbaiki sistem pengawasan untuk meminimalisasi pertumbuhan investasi bodong.
Saat ini OJK telah memiliki Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi. Dalam satgas ini, OJK telah menjalin kerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menjelaskan, untuk mengatasi masalah investasi bodong ini, OJK akan kembali duduk bersama Kapolri dan Kepala Kejaksaan Agung. Langkah tersebut dilakukan agar kinerja Satgas yang telah ada selama ini bisa lebih efektif.
Muliaman mengaku, OJK bersama Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung harus berkolaborasi melakukan pengawasan lebih ketat, selain terus memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai investasi ilegal.
Tim tersebut tidak hanya di tingkat pusat, tapi juga ada yang dipimpin OJK daerah, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi dan lembaga lainnya.
Media online
OJK, berdasarkan informasi yang diterima masyarakat, mencatat banyak penawaran investasi yang bukan merupakan kewenangan pengawasan OJK. Sebagian besar penawaran tersebut dilakukan dengan memanfaatkan sarana situs internet atau media online.
Banyak ditemukan penawaran investasi yang izin usahanya bukan dari otoritas berwenang tapi dari oleh lembaga seperti Kementerian Koperasi dan UMKM, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Hukum dan HAM.
Meski belum dipastikan bahwa sejumlah penawaran investasi kepada masyarakat tersebut merupakan kegiatan yang melawan hukum, namun terhadap penawaran investasi tersebut, OJK berpendapat adanya sejumlah karakterik yang perlu dicermati.
Karakteristik itu antara lain menjanjikan manfaat investasi (keuntungan) besar/tidak wajar, tidak ditawarkan melalui lembaga penyiaran seperti TV dan radio namun melalui internet atau online, dan tidak jelas domisili usaha serta tidak dapat berinteraksi secara fisik.
Selain itu, bersifat berantai, member get member, namun tidak terdapat barang yang menjadi objek investasi, atau terdapat barang namun harga barang tersebut tidak wajar jika dibanding dengan barang sejenis yang dijual di pasar.
Dana masyarakat dikelola/diinvestasikan kembali pada proyek di luar negeri, menggunakan public figure, pejabat, tokoh agama, dan artis, serta menjanjikan bonus barang atau mobil mewah, dan melancong ke luar negeri.
Selain itu mengkaitkan antara investasi dengan charity atau ibadah, memberi kesan seolah-olah bebas risiko, memberi kesan seolah-olah dijamin atau berafiliasi dengan perusahaan besar/multi nasional, dan tidak memiliki izin usaha atau memiliki izin usaha tetapi tidak sesuai dengan kegiatan usaha yang dilakukan.
Menurut OJK, berdasarkan pengalaman sebelumnya kegiatan penawaran investasi yang memiliki karakteristik tersebut di atas banyak yang berakhir dengan kerugian masyarakat.
Untuk itu, masyarakat perlu mengembangkan sikap rasional, waspada, dan berhati-hati terhadap tawaran produk investasi yang makin hari makin beragam dan canggih.
Berkaitan dengan itu, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan juga mengimbau masyarakat agar lebih jeli dan teliti dalam memilih perusahaan pialang untuk berinvestasi agar tidak terjerat dalam kegiatan investasi ilegal.
Bappebti mengimbau agar masyarakat yang ingin berinvestasi untuk menyalurkan dananya di perusahaan yang telah terdaftar di Bappepti dan terlebih dahulu melakukan pengecekan legalitas perusahaan pialang berjangka (broker) di laman web www.bappebti.go.id.
Selain itu, mengenali jenis investasi yang akan digunakan apakah berisiko atau tidak, melakukan pengecekan apakah perusahaan pialang berjangka memiliki rekening terpisah atau tidak untuk penampungan dana nasabah. Yang juga perlu diingat, masyarakat diimbau agar tidak teriming-imingi janji pasti untung dan penghasilan tetap atau fixed income.
Agar tidak tertipu investasi bodong dan dapat menentukan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan, masyarakat harus memahami dengan benar manfaat dan risikonya, mengetahui hak dan kewajiban serta meyakini bahwa produk dan layanan jasa keuangan yang dipilih dapat meningkatkan kesejahteraan.
Oleh Ahmad Buchori
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016