Palu (ANTARA News) - Masyarakat bagian utara Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), mengancam memboikot Pemilihan Kepala Daerah (Pilakada) 2007 dan Pemilu tahun 2009, jika tuntutan pemekaran wilayah tidak mendapat respon dari Pemprov setempat dan Pemerintah Pusat.
Pernyataan tersebut disampaikan sekitar 30 perwakilan masyarakat wilayah utara Morowali yang tergabung dalam Forum Percepatan Pemekaran dan Panitia Pemekaran Kabupaten Morowali, saat berdialog dengan Ketua DPRD Sulteng Drs Murad Nasir MSi di Palu, Selasa.
Ketua Forum Percepatan Kabupatyen Morowali, Yusril Ibrahim, mengatakan bahwa selain momboikot Pilkada dan Pemilu, pihaknya akan meminta seluruh pegawai negeri sipil dari wilayah utara Morowali untuk tidak melaksanakan tugas-tugas kedinasan di ibukota yang
berkedudukan di Bungku.
"Masyarakat juga akan memblokade seluruh akses ke Bungku, sehingga dapat melumpuhkan roda pemerintahan dan pereknomian," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Panitia Pemekaran Kabupaten Morowali Abdul Rasyid Manenong, mempertanyakan alasan Pemprov dan DPRD Sulteng belum mengeluarkan rekomendasi pemekaran wilayah utara Morowali untuk menjadi daerah otonom baru.
"Padahal seluruh persyaratan administrasi, teknis dan fisik sudah mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000," katanya.
Ketua DPRD Sulteng, Murad Nasir, berjanji segera merespon permintaan masyarakat Morowali tersebut dengan mengagendakan rapat pembahasan pada pekan ini juga.
Menurut dia, tuntutan pemekaran wilayah Morowali merupakan akibat dari lahirnya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupateng Banggai Kepulauan, Kabupaten Buol dan Kabupaten Morowali.
Salah satu pasal dalam undang-undang tersebut mencantumkan kota Kolonodale (calon ibu Morowali Utara) sebagai ibukota sementara dan kota Bungku sebagai ibukota defenitif. Dualisme ibukota juga terjadi di Banggai Kepulauan.
Akibatnya, sejak kabupaten ini resmi berdiri, tumbuh semangat prestise masyarakat di kedua ibukota kembar tersebut, sekalipun di dalam undang-undang sudah diatur dengan jelas.
"Jadi dorongan pemekaran wilayah di Kabupaten Morowali dan Banggai Kepulauan merupakan sebab akibat dari kebijakan pemerintah pusat. Kedua daerah ini mesti mendapat perlakukan khusus," katanya.
Perwakilan masyarakat Morowali bermaksud menemui Gubernur Bandjela Paliudju, namun urung terlaksanan karena gubernur tidak berada di kantor.
Kabupaten Morowali merupakan daerah otonom hasil pemekaran dari Kabupaten Poso tahun 1999. Rebutan kedudukan ibukota antara Bungku dan Kolonodale mewarnai dinamika awal perjalanan daerah ini.
Morowali seluas 40.464,19 km2 (darat 15.490,12 km2 dan laut 24.974,07 km2) dengan jumlah penduduk yang tersebar di 13 kecamatan sebanyak 166.477 jiwa.
Pemekaran Morowali Utara yang ibukotanya berkedudukan di Kolonodale dan mencakup enam kecamatan itu mendapat persetujuan DPRD setempat sejak 17 Oktober 2003. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007