Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Advianti mengatakan bahwa anak memiliki hak untuk dilindungi dari pengaruh paham radikal dan terorisme.
"Harus ada perlindungan khusus melalui edukasi (pendidikan) soal ideologi dan nilai nasionalisme," kata Maria di Jakarta, Jumat.
Bentuk perlindungan itu bisa macam-macam, bisa melalui kurikulum pelajaran sekolah mulai usia dini ataupun sosialisasi pemahaman ancaman paham radikalisme dan terorisme kepada orang tua.
"Tidak perlu kurikulum khusus dalam melakukan pencegahan terhadap radikalisme karena bisa diintegrasikan dengan mata pelajaran budi pekerti, agama, atau yang terkait," katanya.
Menurut dia perlindungan itu wajib diberikan mengingat anak-anak termasuk kelompok yang rentan terhadap penyebaran paham radikalisme dan terorisme.
"Anak yang telah menjadi korban indoktrinasi radikalisme memerlukan rehabilitasi untuk mengoreksi nilai-nilai ideologi terorisme yang telah diserapnya selama masa inkubasi," katanya.
Guru besar Ilmu Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Asep Usman Ismail MA mengatakan Asep juga mengatakan bahwa pencegahan radikalime merupakan hal mendasar dan harus dilakukan sejak dini.
Menurut dia, akar pencegahan radikalisme sebenarnya dimulai dari keluarga dan kemudian sekolah. Ada beberapa strategi untuk mencegah paham radikal di kalangan anak dan pelajar.
"Pertama, tercantum atau ada pelajaran khusus pendidikan antikekerasan. Kedua, masuk dalam semua pelajaran, agama, sejarah, IPS, dan lain lain," kata Asep.
Ketiga, menciptakan lingkungan yang bebas dari tindakan kekerasan di sekolah. Menurut dia, guru-guru hendaknya menciptakan suasana belajar mengajar yang bisa membawa pelajar berdialog bahkan mengajukan protes dengan santun.
"Dengan demikian, benih yang bisa menumbuhkan radikalisme bisa dibuang sejak di sekolah," kata Asep.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016