Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan pihak Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas London, Inggris, tidak pernah memberikan informasi tentang pencairan dana milik Tommy Soeharto sebesar 10 juta dolar AS. "Yang di London itu Kejakgung tidak pernah mendapat informasi. Yang menjadi pertanyaan kenapa waktu pencairan dana yang pertama tidak memberitahukan kedutaan," katanya kepada wartawan sebelum mengikuti sidang kabinet di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa. Menurut Jaksa Agung, saat ini Kejagung melakukan intervensi terhadap uang Tommy Soeharto di BNP Paribas Guernsey, Inggris, karena pihak BNP Paribas memperkarakannya di Pengadilan Guernsey. "Saya menduga rupanya BNP Paribas itu belajar dari pengalaman yang lalu. Dulu tidak masuk pengadilan, akhirnya lolos, sekarang dia masukkan ke pengadilan," katanya. Lebih lanjut Jaksa Agung mengemukakan pihaknya akan melihat perkembangan kasus tersebut, mengingat Menkum HAM Hamid Awaluddin dan Mensesneg Yusril Ihza Mehendra menganggap pencairan dana itu legal. "PPATK saat ini sedang menelusuri aliran dana itu ke mana saja," katanya. Kejaksaan Agung sendiri sebelumnya telah menegaskan bahwa pencairan dana milik Tommy sebesar 10 juta dolar AS di BNP Paribas London pada 2004 tidak mempengaruhi gugatan intervensi Kejagung terhadap dana milik Tommy di BNP Cabang Guernsey, Inggris, yang sedang dalam proses hukum gugatan. Hal itu karena asal muasal dana milik Tommy di BNP Guernsey berbeda sumbernya dengan dana di BNP London. Dana yang berada di BNP Paribas, Guernsey, berasal dari perusahaan Garnet Investment Limited, namun yang ada di London berasal dari Motor Bike Corporation yang juga perusahaan milik Tommy. Sebelumnya Jaksa Agung mengungkapkan bahwa persoalan ini muncul ketika Hamid Awaludin dan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa Tommy sudah pernah mencairkan uangnya di BNP Paribas London, dengan mengatakan hal itu dilakukan setelah memperoleh klarifikasi dari Kejagung. Pencairan dana di BNP Paribas ini tentu perlu dicek oleh Kejagung karena pada saat yang sama, Tommy sedang menggugat BNP Paribas Cabang Guernsey, Inggris, karena tidak bersedia mencairkan uang miliknya sebesar 36 juta Euro. Sementara Kejagung yang menurut Hamid dan Yusril pernah mengeluarkan surat klarifikasi pencairan dana itu, kini masuk sebagai pihak ketiga dengan mengikuti sidang gugatan itu, sebagai pengacara negara dan memasukkan berkasnya dalam gugatan intervensi. Tommy melakukan pencairan dana miliknya di BNP Paribas pada 2004 tatkala ia sedang menjalani pidana penjara untuk kasus kepemilikan senjata api serta pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita dengan dibantu kuasa hukumnya Hidayat Achyar, dari kantor Hukum Ihza. BNP Paribas London awalnya menolak permohonan Tommy ini karena mencurigai uang tersebut sebagai hasil pidana, mengingat yang bersangkutan sedang menjalani hukuman pidana, namun BNP akhirnya mencairkan dana Tommy sebesar 10 juta dolar AS setelah ada surat dari Departemen Kehakiman (Depkum dan HAM saat ini, red) bahwa uang tersebut bersih. Surat keterangan itu sudah diproses sejak Departemen Kehakiman yang dipimpin oleh Yusril Ihza Mahendra, dan pencairannya dilakukan pada 2004 tatkala sudah berubah menjadi Depkum HAM yang dipimpin Hamid Awaluddin. Sementara itu, kasus gugatan Tommy saat ini di BNP Paribas Guernsey berawal saat Garnet Investment Limited, perusahaan milik Tommy yang berbasis di British Virgin Island, Inggris, berniat mencairkan sejumlah uang miliknya di rekening BNP Paribas, sebuah bank di London, namun ditolak. BNP Paribas menolak mencairkan dana itu, setelah beberapa kali Garnet mengirimkan surat perintah, karena menduga dana yang tersimpan di rekening itu, berasal dari hasil korupsi atau pencucian uang di Indonesia. Kejakgung sendiri ikut mengintervensi gugatan Tommy setelah memperoleh penawaran dari pengadilan Royal Court of Guernsey, Inggris untuk masuk sebagai pihak ketiga jika menganggap bahwa ini menyangkut kepentingan uang Negara. Kejakgung sebagai pengacara Negara akhirnya memutuskan untuk ikut dalam sidang gugatan tersebut dan meminta agar dana milik Tommy itu dibekukan sementara karena Kejakgung menganggap hal itu dilakukan untuk menyelamatkan uang Negara. (*)
Copyright © ANTARA 2007