Jakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima Laskar Jihad, Jafar Umar Thalib, menyesalkan digunakannya agama oleh sekelompok pihak sebagai kedok mengajarkan faham terorisme kepada sebagian masyarakat Indonesia. Penyusupan semacam itu, katanya di Jakarta, dinilai lebih berbahaya dibandingkan gerakan PKI yang berhasil ditumpas bangsa Indonesia. Jafar menuding Poso dan Ambon telah dijadikan wilayah bagi sejumlah kelompok radikal itu mengembangkan ajaran terorisme. "Mereka meneror warga dan memperalatnya untuk tujuan kekuasaan. Sedangkan umat Islam di Poso, yang tidak bisa memahami gerakan ini, juga dipaksa untuk mendukungnya dengan mengembangkan paham tidak boleh berbeda," katanya. Kelompok mereka ini, lanjut dia, memperalat agama untuk tujuan tersembunyi. Rata-rata orang Islam di Indonesia sebenarnya tidak bisa menerima ajaran kekerasan yang dikembangkannya, tapi dalam jangka panjang, ajaran seperti ini tidak mustahil akan diterima meski sangat terpaksa. Lebih lanjut Jafar menyatakan bahwa berbagai kampanye yang dilakukan kelompok tersebut, di antaranya dengan mendatangi Istana Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), adalah bagian dari upaya menutupi gerakan-gerakan terorisme. "Itu bagian dari apa yang mereka ingin wujudkan termasuk kampanye syariat Islam sebenarnya hanya kedok karena tujuan mereka sebenarnya sudah jelas untuk merebut kekuasaan," katanya, seraya menambahkan bahwa ajaran terorisme itu sebenarnya juga mendompleng faktor kemiskinan masyarakat. Jafar memperkirakan berbagai ancaman terorisme di Indonesia masih terus berkembang dan hingga saat ini sesungguhnya belum punah. Sementara untuk pendanaannya, Jafar mengatakan kelompok itu akan melakukan apa saja termasuk perampokan yang mereka nyatakan halal dengan dalih demi perjuangan. Secara terpisah, pengamat intelijen Wawan Purwanto menyatakan, bahwa berbagai ancaman terorisme itu sebenarnya bisa diprediksi sebelumnya. "Kegiatan itu bisa diukur, biasanya terkait dengan ulang tahun aksi teror yang jatuh pada bulan April," katanya. Namun demikian, Wawan berpendapat, kaitan antara aksi terorisme dengan gerakan sekelompok anggota tertentu di masyarakat Indonesia sebenarnya masih belum bisa dibuktikan. "Jika dikaitkan dengan kelompok ABB, gerakan mereka ini hanya menyuarakan diterapkannya syariat Islam saja. Tapi di Aceh misalnya, upaya itu tidak lebih hanya ritual dan tidak berhasil," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2007