Dari 10 fraksi yang belum setuju cuma dua fraksi. Jadi, kemungkinan besar Perppu disetujui,"

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VIII Abdul Malik Haramain mengatakan DPR kemungkinan menyetujui pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Dari 10 fraksi yang belum setuju cuma dua fraksi. Jadi, kemungkinan besar Perppu disetujui," kata Malik dalam "Seminar Penghapusan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak" yang digelar Perempuan Bangsa di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa.

Menurut Malik, Perppu yang memperberat hukuman dan mengatur hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual, salah satunya hukuman kebiri, itu dibutuhkan untuk menimbulkan efek jera yang lebih kuat mengingat kejahatan seksual semakin marak.

Menurut Malik, Perppu itu akan menjadi payung hukum yang bisa digunakan hakim untuk mengganjar pelaku kejahatan seksual sebelum Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Sesual (RUU PKS) selesai dibahas dan disahkan sebagai undang-undang.

"RUU PKS sendiri saat ini sudah disetujui Badan Legislasi masuk dalam Prolegnas 2016," kata Malik yang juga anggota Panitia Kerja (Panja) RUU PKS.

Terkait pro kontra hukuman tambahan berupa kebiri, Malik mengatakan DPR tidak menutup mata. Hanya, kata dia, hendaknya tambahan hukuman itu dipandang dari segi semangatnya untuk menekan kejahatan seksual.

"Terlepas dari setuju atau tidak setuju, hukuman kebiri ini ikhtiar Presiden untuk membuat efek jera," kata Wakil Sekjen DPP PKB itu.

Pada kesempatan yang sama Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos Edi Suharto mengatakan kekerasan seksual terhadap anak bukan berarti korbannya melulu perempuan.

"Untuk kejahatan seksual terhadap anak justru data menunjukkan korban terbanyak anak laki-laki," katanya seraya menambahkan bahwa pelaku kebanyakan juga pernah menjadi korban sebelumnya.

Sementara itu Ketua Umum Perempuan Bangsa Siti Masrifah mengatakan seminar itu sebagai salah satu upaya mengadvokasi dari aspek regulasi pentingnya peraturan perundang-undangan yang mampu menghapus kekerasan seksual.

"Kalau dari segi aksi, kami di DPP telah meminta semua pengurus wilayah dan cabang Perempuan Bangsa membentuk desk pengaduan kejahatan seksual untuk mengadvokasi korban," katanya.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016