Surabaya (ANTARA News) - Difabel yang menjadi peserta ujian tulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Panitia Lokal (Panlok) 50/Surabaya mengaku kecewa, karena sempat tidak mendapat ruang khusus Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada jam pertama.
"Merasa kecewa karena panitia tidak menyediakan ruang khusus bagi ABK, sehingga saya pun harus rela mengerjakan soal-soal di selasar lantai empat," kata peserta ABK, Alfian Andika Yudistira, saat ditemui di kampus UINSA Surabaya, Selasa.
Ia mendapatkan tempat di gedung Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, namun penyandang tuna netra ini tidak mendapat perlakuan yang layak selama ujian berlangsung.
"Sejak pagi sudah di sini. Sebenarnya tidak masalah di lantai empat, tetapi saya kecewa karena tidak ada ruang khusus untuk ABK," tutur Alfian sesaat sebelum mengikuti Tes Potensi Akademik (TPA) SBMPTN.
Alumnus SMAN 8 Surabaya itu mengikuti SBMPTN dengan prodi piihan Sosiologi Unair, Ilmu Komunikasi dan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Unesa.
Selama ujian, Alfian dibantu dua pendamping khusus yang ditunjuk oleh Panlok 50 dan keluarga.
"Pendamping khusus diperlukan karena panitia juga tidak menyediakan soal braile. Tugas pendamping khusus itu membantu membacakan sekaligus mengisi lembar jawaban," ujarnya.
Pendamping khusus Alfian dari pihak keluarga, Putri Mei menyatakan perlakuan panitia benar-benar diskriminatif. Pihaknya sempat mempertanyakan ketersediaan ruangan khusus bagi ABK.
"Namun dari pihak pengawas ruang menyuruh Alfian ujian bersama peserta lain di ruang yang ada. Tidak bisa begitu, Alfian butuh ruang khusus karena dia harus dibacakan soal-soalnya," terangnya.
Pihaknya pun memutuskan untuk ujian di luar ruangan dengan tetap dimonitor pengawas ruangan. Suasana ujian di selasar tentu tidak kondusif karena terdapat orang lewat dan udara yang panas.
"Kecewa sekali karena ditempatkan di ruang paling atas di lantai empat. Hal itu cukup menyulitkan bagi Alfian karena sampai menabrak orang waktu naik tangga," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Rektor I Syamsul Huda mengakui kesalahan panitia lokasi atas kejadian tersebut. Pihaknya sendiri mengaku tidak tahu jika ada peserta ABK yang membutuhkan ruangan khusus.
"Kami baru tahu setelah ada laporan dari teman-teman di lokasi. Hal ini merupakan persoalan yang termasuk aspek emergency, penanganannya langsung dilakukan seketika itu," paparnya.
Ia mengakui setelah selesai mengikuti Tes Potensi Akademik (TPA), Alfian langsung dipindah ke ruang khusus di lantai satu untuk mengikuti Tes Kemampaun Dasar (TKD).
"Kami memang baru pertama ini mendapat peserta tuna netra. Tahun-tahun sebelumnya juga ada ABK, tapi masih bisa mengikuti ujian satu ruang dengan yang lain," tandasnya.
Pewarta: Indra/Laily
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016