Bandung (ANTARA News) - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengisyaratkan diberlakukannya kembali Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila atau disingkat P4 yang merupakan semacam panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa Orde Baru.
"Tentu, kami, MPR sudah bertemu dengan Bapak Presiden, Presiden sudah setuju, hanya kita tunggu nanti implementasinya seperti apa," kata Zulkifli usai menyaksikan gladi persiapan Peringatan Pidato Bung Karno di Gedung Merdeka, Bandung pada Selasa ( 31/5 ).
Zulkifli mengatakan, pengamalan Pancasila harus diajarkan kembali di sekolah-sekolah. Sosialisasi tidak hanya MPR, tapi juga oleh semua pihak secara masif.
"Karena begitulah adanya, di seluruh dunia. Di Amerika Serikat begitu, Tiongkok, Singapura, Jepang , Korsel begitu. Lah kita 18 tahun ini, yang kemaren Pancasila di sekolah dihapus, Manggala BP7 dihilangkan, penataran dihilangkan tapi gantinya tidak ada.
Tentu harus ada gantinya yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Nah kalau itu kita laksanakan saya percaya bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar negara, akan menjadi perilaku sehari-hari," katanya.
Zulkifli juga menyinggung hasil jajak pendapat yang menyatakan persaudaraan kebangsaan Indonesia yang hanya menguat tiga persen, 97 persen mengatakan melemah.
"Nah kemana pancasila? Pancasila terancam kelumpuhan kalau hasil survei itu betul. Karena itu Pancasila ini perlu terus menerus kita jadikan perilaku, tentu dengan metode sesuai dengan perkembangan zaman, sesuai dengan kekinian," katanya.
MPR, menurut Zulkifli< tak bisa melakukan hal itu sendiri. "Kalau MPR sebagai gerakan bisa. Tetapi kalau membangun wawasan kebangsaan, karakter bangsa, menjadikan Pancasila jadi perilaku hanya oleh MPR, tidak akan berhasil.
"P4 perlu dilaksanakan oleh semua kalangan, pemerintah pusat, pemda, wartawan, TNI, Polri, kampus-kampus, kita semua, dan terus menerus barulah saya kira Pancasila yang begitu dalam sebagai pandangan jatidiri kita tentu baru akan menjadi perilaku dan budaya hidup kita sehari-hari," katanya.
Pewarta: Ida Nur Cahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016