"Ketika ada pro dan kontra hukuman mati pun, kami tetap tegas karena ini menyangkut masalah kedaulatan hukum Indonesia yang tidak boleh dicampuri," kata Prasetyo, di Ambon, Selasa.
Mereka boleh mengajukan protes dan keberatan dengan alasan hak azasi manusia dan sebagainya tetapi harus dilihat juga kepentingan korban kejahatan, jangan hanya melihat pelakunya.
"Saya sering katakan eksekusi mati bukan hal yang menyenangkan tetapi harus kita lakukan karena demi kelangsungan bangsan kita, dan masyarakat bisa memahami serta makluminya dan saya berharap bisa mendukung upaya jaksa," katanya.
Dia juga menjelaskan kenapa rencana eksekusi mati tahap ketiga terpidana kasus narkoba terkesan mengalami penundaan, karena sebenanya ada alasannya karena bangsa ini memiliki berbagai permasalahan penting yang harus diprioritaskan.
Dari masalah prioritas itu di antaranya ada yang diprioritaskan, yaitu perbaikan ekonomi jadi masyarakat diminta bisa memahaminya.
"Bukan berarti kejaksaan ragu-ragu karena kita tetap menyatakan perang terhadap narkoba dan tidak komporomi dengan pengedar serta bandar narkoba. Saya sampaikan bahwa sekarang ini betapa masif dan luasnya akibat yang ditimbulkan karena kejahatan narkoba," ujar dia.
Sekitar lima juta anak-anak Indonesia saat ini menjadi korban penyalahgunaan narkoba, dan dari angka itu sekitar 1,5 juta orang tidak mungkin disembuhkan lagi.
Mereka menjadi sampah dan kehilangan masa depan serta jadi beban bukan saja keluarga tetapi masyarakat, karena ketika pemerintah bermaksud melakukan rehabilitasi itu biayanya luar biasa besar.
Untuk 100.000 orang korban narkoba saja dibutuhkan dana Rp1 triliun untuk rehabilitasi dan butuh waktu enam bulan, lalu kalau lima juta orang butuh waktu lebih lama dan anggarannya yang begitu fantastis.
Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016