Jakarta (ANTARA News) - UU Polusi Asap Lintas Batas (UU PALB) yang disahkan Parlemen Singapura atau Singapore Transboundary Haze Pollution Act No 24/2014 (STHPA) dinilai mengancam hubungan antara Indonesia dengan Singapura, yang wilayahnya menjadi luas karena reklamasi.

"Saya setuju jika masalah kebakaran hutan ini harus diselesaikan, Indonesia punya tanggung jawab untuk itu. Tetapi, jika Singapura arogan dan melakukan tindakan (menindas) ini, itu akan kontra produktif. Ini yang menurut saya, pantas untuk pemerintah Indonesia melakukan protes keras dan marah," kata guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, di Jakarta, Senin.

Hikmahanto mengatakan, meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan protes keras atas tindakan Singapura tersebut, The National Environment Agency (NEA) masih terus melakukan proses peradilan.

"Dari pihak kedutaan kita di Singapura sudah bertemu menteri lingkungan hidup Singapura. Ini sudah dilakukan, tapi, masih terus dilakukan proses ke pengadilan seolah-olah Singapura dan NEA tidak mau menjaga hubungan baik dengan Indonesia," kata dia.

Pemerintah Singapura mulai menerapkan Singapore Transboundary Haze Pollution Act No 24/2014 dan otoritas Singapura memberikan surat peringatan kepada enam perusahaan Indonesaia.

Bahkan, salah satu direksi dari perusahaan yang diberikan surat peringatan itu diganjar surat perintah penangkapan dari pengadilan Singapura, dan telah mengeluarkan perintah kepada NEA menangkap yang bersangkutan guna menjalani proses hukum.

Pengadilan Singapura memberikan perintah kepada NEA untuk menangkap seorang warga negara Indonesia yang diduga melakukan tindak pidana atas UU PALB alias STHPA.

Juwana menjelaskan, dari situasi itu, ada tiga hal yang menjadi catatan, yakni, ada permasalahan politik dalam negeri Singapura karena berani bertindak seolah-olah negara besar yang menindas negara kecil dan pemerintah Singapura frustasi sehingga berani melanggar kedaulatan negara lain.

"Masalah asap merupakan masalah bersama, sehingga tindakan Singapura itu bisa kontra produktif," kata dia.

Sementara itu dalam kesempatan serupa, anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, mengakui pemerintah Singapura dalam hal ini sudah keterlaluan dan menunjukkan puncak kekesalan terkait masalah polusi asap tersebut. Seharusnya, sikap Singapura yang juga anggota ASEAN itu tidak boleh arogan.

"Singapura tidak boleh arogan, dan harus mengutamakan hubungan bilateral yang lebih santun dan tidak berlebihan. Hubungan kedua negara harus terjalin saling menghargai dan tidak mengutamakan kekuatan," kata Tubagus.

Seperti diketahui, pada tahun 2015 sejumlah wilayah di Indonesia dilanda bencana kebakaran hutan dan menyebabkan asap ke berbagai wilayah termasuk ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah hukum terhadap orang dan perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran hutan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, juga telah mencabut izin operasi sejumlah perusahaan dan memberikan sanksi kepada lebih dari 20 perusahaan.

Selain itu juga telah mengeluarkan undang-undang terkait dengan kebakaran lahan dan hutan itu serta membentuk lembaga baru seperti Badan Restorasi Gambut.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016