Sekarang ini saya memperketat peraturan dan berani menjatuhkan sanksi kepada siapapun yang melanggar."

Denpasar (ANTARA News) - Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menegaskan bahwa berani menegakkan peraturan merupakan jalan menuju terpilihanya menjadi Anggota Dewan ICAO periode 2016-2019.

Jonan di sela-sela pertemuan setingkat menteri transportasi negara-negara berkembang di Denpasar, Senin, menjelaskan selama ini Indonesia belum kunjung terpilih menjadi Anggota Dewan ICAO hingga pencalonan keempat sejak 2001 sampai 2013.

"Sekarang ini saya memperketat peraturan dan berani menjatuhkan sanksi kepada siapapun yang melanggar," katanya.

Pasalnya, dalam upaya pencalonan menjadi anggota ICAO 2016-2019 ini, dunia industri penerbangan terus diterpa kejadian-kejadian yang mencederai citra keamanan dan keselamatan penerbangan nasional.

Menurut Jonan, hal tersebut tidak berpengaruh apabila regulator, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan tegas dalam penegakkan hukum.

"Mungkin sebelum-sebelumnya tidak memiliki keinginan untuk memberikan sanksi, tapi saat ini berbeda karena fokus kita di keamanan dan keselamatan penerbangan," katanya.

Dia menambahkan dalam dunia penerbangan tidak ada toleransi sama sekali dan tidak ada area abu-abu selama itu menyangkut keselamatan dan keamanan penumpang.

Salah satu contohnya, saat ini di seluruh bandara di Indonesia diwajibkan bagi para penumpang untuk melepaskan jam tangan, ikat pinggang serta benda mengandubg logam yang menempel di badan saat melewati sinar-x.

Jonan juga menegaskan bahwa Indonesia layak menjadi anggota Dewan ICAO dengan reputasi dan kualitas pelayanan penerbangannya saat ini.

Bahkan, dia menilai, Indonesia lebih baik dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Singapura.

"Dalam penanganan kecelakaan, kita lebih sigap, AirAsia bisa ditemukan dengan cepat, pesawat jatuh di Oksibil, Papua juga padahal geografis wilayah kita lebih sulit," katanya.

Selain itu, Jonan menyebutkan 45 persen lalu lintas penerbangan dunia dikendalikan di Indonesia melalui layanan wilayah informasi penerbangan (FIR).

Selain itu, ia juga menunjukan berbagai target 2019 di bidang transportasi udara yang sudah tercapai saat ini, di antaranya pengembangan bandara baru dari 15 yang ditargetkan, 19 yang sudah tercapai pada 2015, pengembangan 132 lokasi bandara (57 di area rawan bencana, 49 area terpencil dan 26 area perbatasan) serta pengembangan 27 terminal penumpang di bandara.

"Pengembangan bandara-bandara di wilayah terluar, rawan bencana dan wilayah terpencil ini untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan konektivitas," katanya.

Jonan menambahkan perpanjangan landasan pacu (runway) sudah dilakukan di 35 bandara, perluasan apron di 20 bandara serta peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan sebanyak 118 bandara.

Karena itu pula, lanjut dia, Indonesia saat ini meraih skor untuk standar keselamatan ICAO (USOAP) sebesar 70 persen dari 45,33 persen pada Mei 2014 dan skor standar keamanan ICAO (USAP) 94,9 persen.

"Terlebih lagi, pada Maret tahub ini Indonesia juga terpilih sebagai anggota Comittee on Aviation Environmental Protection (CAEP) ICAO)," katanya.

Dari segi kapasitas, dia menambahkan, sebanyak 216 rute perintis yang terhubung per 2015, di antaranya 95 rute di Papua, 13 rute Maluku dan Maluku Utara, 32 rute Sulawesi, 26 rute Kalimantan, 37 rute Sumatera, sembilan rute Nusa Tenggara Timur dan empat rute Jawa.

Selain itu, Kementerian Perhubungan juga telah menerbitkan 13.504 izin terbang secara online, 8.164 izin terbang untuk penerbangan tak berjadwal dan 599 izin rute.

"Itu lah alasan mengapa kami layak untuk dipilih menjadi Anggota Dewan ICAO 2016-2019," katanya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016