Purwokerto (ANTARA News) - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat) meminta Kejaksaan Agung untuk tidak menunda-nunda pelaksanaan eksekusi hukuman mati bagi para bandar narkoba.
"Granat tetap konsisten bahwa hukuman mati itu bagi napi yang sudah inkracht merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari criminal justice system yang harus dilakukan," kata Wakil Ketua Umum DPP Granat Ashar Suryobroto di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu malam.
Menurut dia, menunda eksekusi sama halnya melakukan pembiaran terhadap para terpidana mati kasus narkoba untuk melakukan pengendalian bisnis narkoba dari lembaga pemasyarakatan (lapas) yang juga merupakan pembunuhan terhadap anak-anak bangsa.
Dalam hal ini, dia mencontohkan terpidana mati Freddy Budiman yang telah berulang kali diketahui mengendalikan bisnis narkoba dari lapas.
"Kami tidak percaya terhadap perubahan-perubahan sikap dia (Freddy Budiman, red.)," katanya.
Ia mengatakan bahwa hukuman mati justru harus dilakukan dalam rangka mempertahankan peradaban dan di balik kematian para terpidana mati kasus narkoba itu terdapat kehidupan bagi jutaan generasi muda bangsa.
"Jadi, Granat sama sekali menolak apabila PK (peninjauan kembali) yang diajukan Freddy Budiman diterima dan kami harapkan penegak hukum benar-benar punya komitmen moral yang tinggi," katanya.
Ashar mengharapkan masyarakat, khususnya penegak hukum, untuk tidak percaya terhadap perubahan penampilan karena hal itu sebenarnya hanyalah akal-akalan sindikat karena narkoba merupakan kejahatan yang sangat berbahaya.
Oleh karena itu, kata dia, eksekusi hukuman mati bagi para bandar narkoba harus segera dilakukan.
"Sekarang seluruh rakyat Indonesia menantikan agar dia (Freddy Budiman, red.) masuk dalam eksekusi tahap ketiga dan masih banyak lagi karena Presiden sudah menolak grasi terhadap 64 terpidana mati kasus narkoba. Negara tidak boleh kalah," tegasnya.
Dengan demikian, kata dia, PK yang diajukan Freddy Budiman harus ditolak.
Terkait dengan warga negara asing yang menjadi terpidana mati kasus narkoba, dia mengharapkan agar jangan sampai terjadi tawar-menawar (bargaining).
"Saya kira Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) ini tidak bisa dipengaruhi siapa-siapa. Hanya mungkin penundaan waktu itu (eksekusi hukuman mati, red.) karena ada sesuatu hal, tetapi tidak akan berubah, kita percaya pada negara," katanya.
(KR-SMT/D007)
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016