Perppu kebiri kami lihat kurang menukik, kurang tajam,"
Jakarta (ANTARA News) - Partai Amanat Nasional menyatakan keinginannya agar Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dapat lebih tajam dalam mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak.
"Perppu kebiri kami lihat kurang menukik, kurang tajam," ujar Ketua DPP PAN Yandri Susanto dalam konferensi pers Rapat Kerja Nasional dan Silaturahmi Nasional PAN di Kantor DPP PAN, Jakarta, Kamis.
Yandri mengatakan dalam Perppu tersebut tertulis bahwa hukuman pelaku kekerasan seksual dapat diperberat dengan kebiri jika korban mengalami gangguan jiwa atau meninggal dunia. Bagi PAN aturan itu belum cukup tajam.
PAN menginginkan hukuman kebiri dapat diterapkan kepada siapapun yang melakukan kejahatan seksual terhadap anak.
Selain itu PAN juga mencermati pentingnya penyelesaian akar masalah kejahatan seksual seperti narkoba, miras dan pornografi.
Menurut Yandri, jika akar persoalan tidak diselesaikan maka yang terjadi hanyalah hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual tanpa penyelesaian masalah.
"Ibarat pohon jangan ditebang tengahnya lalu muncul tunas baru. Harus dari akarnya," ujar dia.
Yandri mengatakan isu kekerasan seksual terhadap anak ini menjadi salah satu isu yang akan dibahas dalam Rapat Kerja Nasional dan Silaturahmi Nasional PAN 27-30 Mei 2016.
Sekjen PAN Eddy Soeparno mengemukakan Rakernas PAN merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi partai setelah kongres.
Dia mengatakan rangkaian kegiatan Rakernas dan Silatnas PAN diselenggarakan 27-30 Mei 2016, di dua lokasi berbeda di Jakarta.
Pertama pada Jumat (27/5) dan Sabtu (28/5) akan diselenggarakan kegiatan Silatnas PAN di Hotel Mercure Ancol, Jakarta yang dihadiri 1.800 kader PAN yang duduk di legislatif maupun eksekutif.
Selanjutnya pada Minggu (29/5) kegiatan Rakernas akan dibuka secara resmi oleh Presiden Jokowi di JI Expo Kemayoran, Jakarta dan akan dihadiri 2.200 peserta dan peninjau.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016