Gubernur BI Agus Martowardojo dalam penandatanganan kesepahaman dengan sejumlah kementerian di bawah Kemenko PMK di Jakarta, Kamis, mengatakan elektronifikasi bantuan sosial ini agar anggaran pemerintah yang disiapkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah tersebut dapat tepat sasaran, tepat jumlah, tepat nilai, tepat waktu, tepat administratif dan tepat penggunaan atau tepat kualitas.
"Ini dapat jadi jawaban banyaknya masalah dalam penyaluran bantuan sosial selama ini yang kerap disorot Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Agus.
Menurut Agus, hingga kini penyaluran bantuan sosial (bansos) secara non-tunai memang masih minim dilakukan pemerintah, bahkan porsinya kurang dari 50 persen dari total anggaran bansos tahun ini di seluruh kementerian.
"Makanya kita segera bicarakan dengan Menko Perekonomian untuk mencapai cita cita agar 50 persen dari penerima sudah bisa menerima non-tunai," kata dia.
Agus mengatakan Menko PMK Puan Maharani sudah menyetujui agar kementerian di bawah tanggung jawabnya untuk memaksimalkan pembayaran bansos secara non-tunai.
Agus mencatat untuk anggaran bansos 2016 saja jumlahnya mencapai Rp35 triliun, dengan rincian Program Keluarga Harapan senilai Rp12 triliun, Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) senilai Rp11 triliun, dan Program Indonesia Pintar senilai Rp12 triliun.
"Itu masih angka kisaran belum ditambah dengan program bansos yang digabung di seluruh kementerian," kata dia.
Agus menjelaskan, dengan penandatanganan hari ini, kementerian yang memiliki program bansos akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk mengubah pencairan bansos tersebut menjadi non-tunai.
Setelah berkoordinasi dengan Kemenkeu, BI akan memfasilitasi kementerian tersebut untuk mengikuti Layanan Keuangan Digital (LKD) bekerja sama dengan perbankan.
Berkaca dari pengalaman penyaluran bansos sebelumnya, Agus mengatakan pembayaran tunai bansos kerap mengundang "bahaya moral", baik dari sisi penyelenggara dan juga masyarakat penerima.
"Tidak ada data yang akurat membuat bansos kerap diselewengkan. Penggunaannya pun malah untuk foya-foya dan kepentingan sesaat, tidak tepat," ujarnya.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016