Tidak menurun, melainkan hanya mengalami pergeseran kunjungan dari siang hari ke sore hingga malam hari,"Yogyakarta (ANTARA News) - Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta optimistis kunjungan wisata selama Ramadhan tidak mengalami penurunan dibandingkan dengan hari biasa.
"Tidak menurun, melainkan hanya mengalami pergeseran kunjungan dari siang hari ke sore hingga malam hari," kata Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Arya Nugrahadi di Yogyakarta, Rabu.
Menurut Arya, selama Ramadhan hingga Idul Fitri 1437 Hijriah kunjungan wisatawan ke berbagai destinasi justru diperkirakan meningkat 15-20 persen, karena bersamaan dengan momentum libur sekolah.
"Bulan Juni-Juli masih masuk "high season" (musim ramai pengunjung) meski untuk wisatawan mancanegara masih sepi," kata dia.
Penurunan pengunjung, menurut Arya, hanya terjadi sesaat yakni pada minggu pertama bulan Ramadhan. Sedangkan minggu kedua hingga Idul Fitri kunjungan diperkirakan kembali meningkat.
"Sehingga para pelaku wisata termasuk perhotelan sesungguhnya tidak perlu khawatir berlebihan," kata dia.
Menurut dia, wisata kuliner akan di Yogyakarta akan menjadi kunjungan favorit selama Ramadhan. Aneka ragam kuliner di kota gudeg itu bahkan menjadi andalan tersendiri memasuki momentum bulan puasa.
Selain itu, lanjut Arya, sejumlah acara tradisi yang digelar menjelang Ramadhan oleh Keraton Yogyakarta seperti padusan, apeman, nyadran juga menjadi daya tarik yang tidak kalah kuat mengundang wisatawan ke Yogyakarta.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Herman Tony masih tetap mewanti-wanti para pengelola perhotelan menyiapkan program khusus memasuki Ramadhan menghadapi kemungkinan penurunan okupansi.
Menurut dia, mengacu tahun-tahun sebelumnya okupansi atau tingkat hunian kamar hotel bisa menurun hingga 40 persen dari hari biasa.
"Kalau puasa sudah biasa okupansi turun sehingga perlu program khusus untuk menarik wisatawan," kata dia.
Ia juga mendorong agar seluruh pengelola perhotelan menghindari perang tarif atau cara tidak sehat lainnya untuk mempertahankan okupansi.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016