"Faktor teknikal menjadi salah satu sentimen yang mendorong nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Sebagian pelaku pasar uang mencoba untuk melakukan aksi ambil untung memanfaatkan posisi dolar AS yang telah menguat cukup tinggi terhadap rupiah," ujar analis Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta.
Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah dunia yang kembali menguat, menambah sentimen positif bagi mata uang domestik. Terpantau, harga minyak mentah dunia jenis WTI crude terpantau naik sebesar 1,01 persen menjadi 49,11 dolar AS per barel dan Brent crude menguat 1,03 persen menjadi 49,11 dolar AS per barel.
Namun, ia mengatakan, kenaikan nilai tukar rupiah yang masih dibayangi sentimen kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed fund rate) pada Juni mendatang, membuat penguatan mata uang domestik terhadap dolar AS cenderung terbatas.
"Tren peregarakan mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah masih negatif hingga kepastian realisasi kenaikan suku bunga AS pada tahun ini," katanya.
Ia mengharapkan bahwa sentimen yang datang dari Fitch Ratings yang mengafirmasi peringkat Indonesia pada level layak investasi atau "investment grade" berdampak positif terhadap psikologis pelaku pasar uang yang percaya itu akan memperbaiki iklim investasi di dalam negeri.
Selain itu, lanjut dia, tiga perbankan BUMN yang menyepakati pemberian fasilitas lindung nilai (hedging) senilai 1,92 miliar dolar AS kepada delapan korporasi BUMN untuk mengurangi risiko rugi akibat gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga diharpkan mampu menjaga fluktuasi pasar valas domestik.
Sementara menurut Kurs Tengah Bangk Indonesia hari ini, rupiah berada pada 13.671 per dolar AS, melemah dari posisi sebelumnya 13.606.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016