"Faktor teknikal menjadi salah satu sentimen yang mendorong nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS. Sebagian pelaku pasar uang mencoba untuk melakukan aksi ambil untung memanfaatkan posisi dolar AS yang telah menguat cukup tinggi terhadap rupiah," ujar analis Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, Rabu.
Di sisi lain, lanjut dia, harga minyak mentah dunia yang kembali menguat, menambah sentimen positif bagi mata uang domestik. Terpantau, harga minyak mentah dunia jenis WTI crude terpantau naik sebesar 1,01 persen menjadi 49,11 dolar AS per barel dan Brent crude menguat 1,03 persen menjadi 49,11 dolar AS per barel.
Namun, ia mengatakan, kenaikan kurs rupiah yang masih dibayangi sentimen kenaikan suku bunga Amerika Serikat (Fed fund rate) pada Juni mendatang, membuat penguatan mata uang domestik terhadap dolar AS cenderung terbatas.
"Tren peregarakan mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah masih negatif hingga kepastian realisasi kenaikan suku bunga AS pada tahun ini," katanya.
Ia mengharapkan bahwa sentimen yang datang dari Fitch Ratings yang kembali mengafirmasi peringkat Indonesia pada level layak investasi atau "investment grade" berdampak positif terhadap psikologis pelaku pasar uang sehingga memperbaiki iklim investasi di dalam negeri.
Selain itu, lanjut dia, tiga perbankan BUMN yang menyepakati pemberian fasilitas lindung nilai (hedging) senilai 1,92 miliar dolar AS kepada delapan korporasi BUMN untuk mengurangi risiko rugi akibat gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga diharpkan mampu menjaga fluktuasi pasar valas domestik.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (25/5) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.671 dibandingkan hari sebelumnya (24/5) Rp13.606.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016