Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menelusuri aliran dana yang dikeluarkan oleh sejumlah pengembang terkait reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Kami tidak bisa berandai-andai tapi kalau cukup bukti dan kita bisa buktikan bahwa ada aliran dana kemana pun perginya InsyaAllah kita telusuri," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK Jakarta, Rabu.
"(Aliran dana) itu semuanya sedang diteliti, jadi kasus ini memang besar makanya diteliti dengan baik," tambah Laode.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengakui adanya "perjanjian preman" dengan pengembang dalam pelaksanaan reklamasi karena tidak ada peraturan daerah (Perda) yang bisa dijadikan sebagai landasan kuat untuk mengenakan kewajiban tambahan.
Menurut Ahok, kesepakatan itu dibuat berlandaskan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Dalam "perjanjian preman" tersebut, empat perusahaan pengembang yang melaksanakan proyek reklamasi, yaitu PT Muara Wisesa, PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah dan PT Jaladri Kartika Pakci, disebut akan membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengendalikan banjir di kawasan utara Jakarta.
Menurut Ahok, khusus PT Agung Podomoro Land sudah mengeluarkan Rp200 miliar. Namun, nominal tersebut belum sepenuhnya dari nilai kontribusi tambahan yang semestinya.
KPK sudah memeriksa sejumlah pihak dan menetapkan tersangka dalam perkara suap terkait pembahasan rancangan peraturan terkait reklamasi di Jakarta.
KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016