"Percuma kita bolak-balik mengundang perusahaan asing di dalam negeri. Karena asing tidak bodoh," kata Rizal Ramli dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa,
Menurut Rizal, dengan pertumbuhan Indonesia hanya sekitar 5 persen tak akan membuat investasi mengalir deras ke dalam negeri.
Pasalnya, ujar dia, investor lebih tertarik ke India dan China yang pertumbuhannya di atas 7 persen.
Sebagaimana diberitakan, Ekonom HSBC untuk ASEAN, Su Sian Lim mengatakan masih lemahnya perekonomian Tiongkok akan mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara karena permintaan ekspor dan investasi menurun, meskipun setiap negara memiliki paparan resiko yang berbeda-beda.
"Selain itu, prospek normalisasi Amerika Serikat juga memiliki dampak pada kawasan ini. Anggota ASEAN harus menghadapi potensi risiko domestik dan eksternal untuk mempertahankan dorongan pertumbuhan," katanya di Jakarta, Kamis (12/5).
Keikutsertaan Indonesia dalam MEA, tambahnya di sela-sela acara HSBC Economic Outlook 2016 berjudul "ASEAN Economic Community: Indonesia to Punch Above Its Weight", merupakan tonggak utama dalam memberikan kontribusi terhadap tujuan kemakmuran bersama.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan pengeluaran belanja pemerintah yang mendukung realisasi investasi menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 mencapai 4,92 persen (yoy).
"Tingginya realisasi investasi berupa bangunan dan konstruksi lain, termasuk belanja modal mengalami ekspansi signifikan," kata Suryamin dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (4/5).
Selain itu, pertumbuhan ekonomi triwulan I juga didukung oleh konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) yang tumbuh 6,38 persen dan realisasi konsumsi pemerintah yang tumbuh 2,93 persen.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016