Jakarta (ANTARA News) - Indonesia memang termasuk 10 negara yang kaya akan air, tapi ancaman krisis air baku untuk air minum semakin nyata terlihat. Menurut rilis Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) yang diterima ANTARA News di Jakarta, Sabtu, hal itu dapat dilihat dari kondisi neraca air di Pulau Jawa yang hingga tahun 2000, ketersediaan air per kapita 1.750 meter per kubik per tahun, jauh di bawah standar kecukupan minimal 2.000 meter kubik per kapita per tahun. Jumlah tersebut diperkirakan akan semakin menurun hingga mencapai 1.200 meter kubik per kapita per tahun pada tahun 2020. Selain Pulau Jawa, kelangkaan air ini juga akan mengancam Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan sebanyak 76,2 persen dari 52 sungai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh cemaran organik, dan 11 sungai utama tercemar berat oleh unsur amonium. Mayoritas sungai yang terdapat di kota padat penduduk seperti di Pulau Jawa cenderung lebih tercemar oleh bakteri coliform dan fecal coli, yang menunjukkan telah terjadinya pencemaran tinja pada sungai tersebut dan dapat menyebabkan penyakit diare. Berdasarkan Laporan Pencapaian Indonesia Sehat oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2002 telah terjadi 5.789 kejadian luar biasa (KLB) akibat diare yang mengakibatkan kematian sebanyak 94 orang. Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Indonesian Sanitation Sector Development Program (ISDPP), buruknya kualitas air baku mengakibatkan rendahnya penanganan sanitasi sehingga pelanggan PDAM harus mengeluarkan biaya 25 persen lebih mahal untuk pembayaran rekening tagihannya. Meski Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mengharuskan adanya keterpaduan antara air minum dengan air limbah, namun sampai kini masih belum ada keseragaman konsep dalam hal penanganan air limbah. Pembangunan air minum kini masih berorientasi pada pengolahan air baku menjadi air minum, tetapi tidak memperhatikan buangan yang dihasilkan dari penggunaan air minum yang akan menyebabkan penambahan beban pencemaran air baku. Bila hal tersebut masih berlanjut, maka akan semakin tinggi dana yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan dan pemulihan sumber daya air.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007