Yogyakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan penyebab Indonesia tertinggal dari Korea Selatan (Korsel) dalam berbagai segi padahal memulai pembangunan pada kurun waktu yang bersamaan.
"Menurut saya ada dua kunci Korea Selatan maju, pertama keterbukaan, kedua keberanian inovasi," kata Presiden Jokowi dalam acara Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan 2016 yang digelar di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Jalan Ring Road Selatan Ngebel, Taman Tirto, Bantul, Senin.
Presiden berbicara di hadapan ribuan kader Muhammadiyah yang datang dari seluruh Indonesia untuk mengikuti konvensi yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah tersebut.
Pada kesempatan itu, Presiden memberikan contoh Korsel sebagai negara yang baru saja dikunjunginya pekan lalu yang mengawali pembangunan dalam kurun waktu yang sama dengan Indonesia namun kini telah melesat jauh meninggalkan Indonesia.
"Mereka terbuka dan berlomba-lomba untuk berinovasi dan mereka berlomba-lomba untuk mengejar kemajuan dan mereka karena terbuka mereka berani bersaing dengan negara lain," kata Presiden.
Korsel, kata Presiden, pada era 1950 hingga 1970-an kurang lebih sama kondisinya dengan Indonesia.
Negara itu memasuki masa industrialisasi pada 1970-an sama dengan Indonesia yang mulai membangun industri misalnya mengembangkan PT Pal pada tahun-tahun tersebut.
"Kemudian kita lihat dari sejarah itu apa pelajaran yang bisa kita petik, di sana. Di sana memulai, di sini juga mulai, di sana (mengembangkan) pertanian di sini juga kita pertanian. Namun pada dekade berikutnya Korea menjadi raksasa ekonomi dunia dengan GDP luar biasa dari kita," katanya.
Padahal, ia menekankan, Indonesia adalah negara besar, sebuah kapal besar, dengan penduduk 252 juta jiwa dan 17.000 pulau sebagai anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia.
"Kita punya anugerah yang diberikan Allah kepada kita berlimpah sumber daya alam kita kenapa kita bisa ditinggal oleh mereka," kata Presiden.
Menurut Mantan Gubernur DKI itu, Indonesia tidak pada konsistensi untuk melanjutkan kerja keras untuk selalu berpikir rasional, positif, untuk bekerja produktif, dan bekerja dengan inovasi-inovasi yang baik.
"Kita selalu berpikir yang tidak produktif, selalu menjelekkan orang lain, gampang sekali mencemooh yang lain," katanya.
Oleh sebab itu, menurut dia, tantangan seperti itu harus diselesaikan termasuk mendongkrak indeks daya saing Indonesia.
Ia menegaskan bahwa persoalan serius di Indonesia yakni karena ketidakberanian dalam melakukan perombakan besar-besaran di jajaran pemerintah.
"Kita tidak berani melakukan perubahan di dalam aturan di dalam regulasi di negara kita," katanya.
Pada kesempatan Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan 2016 hadir Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Menteri Agama Lukman Halim Saifuddin, Menteri Koordinator Bidang PMK Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono IX.
Pewarta: Hanni Sofia Soepardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016