"Indonesia masih punya waktu untuk menyiapkan diri, terutama pada sistem pensiun. Di Indonesia, cakupan pensiun pekerja informalnya masih rendah. Masih sedikit sekali penduduk yang menyisihkan gajinya untuk pensiun," kata Ekonom Utama Bank Dunia Philip OKeefe pada laporan Masalah Penuaan di Asia Timur dan Pasifik di Jakarta, Senin.
Philip mengatakan sejumlah negara memperbaiki sistem pensiun mereka dengan tujuan dana tersebut nantinya dapat menunjang biaya perekonomian warga lanjut usia (lansia) di atas 65 tahun saat tahun penuaan penduduk datang.
Menurut dia, jika sistem pensiun tidak diubah akan menciptakan beban demografi yang membuat pemerintah harus mengeluarkan anggaran belanja lebih besar kepada lansia, terutama untuk biaya kesehatan.
Ia menjelaskan Indonesia harus mencontoh Vietnam, Thailand dan Mongolia yang memiliki skema pensiun lebih bermanfaat besar dan mencakup pekerja sektor informal.
"Indonesia hingga saat ini tidak punya skema iuran pensiun pekerja nonformal. Cara satu-satunya adalah dengan memberikan subsidi atau insentif jika menyumbang iuran pensiun," ujar Philip.
Selain sistem pensiun, Philip menambahkan bahwa sistem pemberian upah di Indonesia yang berbanding lurus dengan usia pekerja dinilai tidak efektif.
Sistem upah senioritas yang menerapkan semakin lama pegawai bekerja, semakin banyak juga pendapatannya tidak relevan karena seharusnya performa kinerja akan semakin menurun seiring dengan pertumbuhan usia pegawai.
Pemberian upah besar kepada pekerja senior dianggap tidak lagi menguntungkan, contohnya Korea yang menurunkan upah pekerja senior setelah usia 55 tahun hingga 10 persen.
"Anda boleh bekerja keras di usia produktif, tetapi pada usia cukup anda berhenti. Ada tiga fase yang dihadapi, mulai dari kuliah, kerja keras kemudian pensiun," kata Philip.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016