"Pola pengembangan aparatur sipil negara di lingkungan Pemkab Purwakarta diarahkan pada pengembangan kultur, bukan pendekatan formalistik," katanya, di Purwakarta, akhir pekan ini.
Ia menilai, pengembangan dengan pendekatan formalistik bisa menjenuhkan dan miskin inovasi. Bahkan cenderung kurang responsif terhadap kecepatan dan ketepatan pelayanan.
Dedi menyatakan, saat terpilih sebagai Bupati Purwakarta tahun 2008, kebijakan pertama yang dikeluarkan ialah menghapus apel pagi bagi para aparatur sipil negara.
Ia menilai, para pegawai negeri di lingkungan Pemkab Purwakarta lebih baik langsung bekerja, melayani masyarakat, dari pada harus berkumpul terlebih dahulu di halaman kantornya masing-masing untuk apel atau upacara.
"Kalau mengenai koordinasi, itu tidak harus melalui apel. Sudah ada telepon, SMS, BBM atau WhatsApp kan," katanya.
Kebijakan lain yang tidak biasa dan digagas Dedi ialah tidak lagi mengharuskan aparatur sipil negara mengenakan seragam. Sebab, seragam dinilai membatasi kinerja seorang aparatur sipil negara.
"Anggaran untuk pengadaan seragam saya alihkan untuk pembangunan," kata dia.
Alasan lainnya, masyarakat terkesan segan saat melihat orang berseragam pegawai negeri. Sulit bagi mereka untuk berkeluh kesah kepada pegawai negeri berseragam. Berbeda halnya saat pakaian pegawai sama dengan pakaian masyarakat.
"Mereka akan merasa lebih nyaman berkeluh kesah kepada pegawai yang tidak berseragam," katanya.
Pewarta: M. Ali Khumaini
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016