Jakarta (ANTARA News) - Seekor penyu hijau (chelonia mydas) betina yang selama ini menjadi obyek penelitian di Palau dilaporkan terjerat jaring nelayan di dekat Pantai Likupang, Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Siaran pers Dana Suaka Margasatwa (World Wildlife Fund) Indonesia di Jakarta menyebutkan, melihat sebuah tag (label) tertancap di siripnya sebagai tanda termasuk dalam penelitian, sehingga penyu tersebut kemudian dibawa ke operator wisata selam setempat, yang kemudian menyerahkannya pada seorang staf WWF-Indonesia. Panjang maksimum karapasnya 108 cm, dan pada tag tercantum nomor R 29713. Penyu tersebut telah dilepaskan kembali ke laut dekat kota Manado. Penyu, seperti juga satwa laut lainnya sepert paus, lumba-lumba, duyung dan burung laut, seringkali ditemukan terjerat tali pancing atau jaring dalam kondisi mengenaskan, tenggelam atau terlilit dan tidak mampu muncul ke permukaan air untuk bernapas.Tangkapan sampingan (bycatch) atas satwa-satwa tersebut dan ikan hiu merupakan ancaman yang serius terhadap populasinya, namun perlindungan satwa dari "bycatch" itu terus mendapat dukungan dari komunitas dan industri perikanan. "WWF bekerjasama dengan masyarakat pesisir di Bunaken dan Sulawesi Utara untuk mencegah terjadinya bycatch terhadap penyu dalam jaring. Untuk industri tuna rawai (longline) di Bitung, WWF telah memberi pelatihan untuk melepaskan penyu yang terkait kail, dan memperkenalkan alat tangkap ikan yang telah dimodifikasi sehingga memiliki dampak negatif lebih sedikit pada ekosistem dan populasi penyu," kata WWF-Indonesia Bunaken "Project Leader", Angelique Batuna. "Kami berharap akan ada lebih banyak lagi orang yang mengikuti nelayan ini dan secara berhati-hati melepaskan penyu yang tertangkap dalam alat tangkap ikan mereka," katanya. Geoffrey Gearheart, seorang ahli penyu, mengirimkan surat elektronik ke konservasi dan biologi penyu internasional, dan segera mendapat jawaban dari Palau's Bureau of Marine Resources Marine Turtle Conservation & Monitoring Project (MTCMP). Penyu tersebut diberi tag di sebuah pulau terpencil bernama Pulau Helen di Helen Reef, Palau tanggal 26 Februari 2006, dan tercatat terakhir bertelur tanggal 11 Juni 2006. Kegiatan yang dilakukan oleh MTCMP dan mitranya Helen Reef Project, memasang ratusan tag sirip dari bahan titanium yang disumbangkan oleh South Pacific Regional Environmental Program (SPREP) berpusat di Samoa. Jay Andrew, Peter Lorenzo dan Paul Homar, mereka tinggal di Pulau Helen untuk memantau sumber daya alam disana, adalah yang memasang tag tersebut. Helen Reef Project bekerjasama dengan MTCMP mengumpulkan data peteluran penyu, informasi tag dan contoh struktur jaringan. MTMCP bekerjasama dengan penasihat dari NOAA-PIRO untuk memastikan pentingnya habitat disekitar bagian barat Papua dan Arafura untuk penyu hijau dari Palau. Para ilmuwan telah memantau penyu dan satwa laut lainnya untuk mengetahui jalur migrasi dan habitat-habitat penting satwa tersebut. Hasilnya bukan hanya berharga untuk memahami satwa misterius ini secara biologis, tetapi juga merupakan masukan yang berharga untuk perencanaan dan penetapan kawasan perlindungan laut. WWF-Indonesia Marine Program Director Dr Lida Pet-Soede menegaskan perlu mulai konservasi penyu pada skala ekosistem bukan hanya pada lokasi-lokasi peteluran. "Banyak ilmuwan dan organisasi konservasi diseluruh dunia telah memantau jalur-jalur migrasi satwa laut seperti penyu, paus, duyung dan tuna. Kita punya cukup bukti dari penelitian-penelitian tersebut bahwa kita membutuhkan upaya-upaya konservasi yang lebih terintegrasi di dalam dan antara habitat-habitat jangkauan satwa tersebut," katanya. "Interaksi dengan perikanan pada jalur migrasi satwa yang mengagumkan ini seringkali berakhir dengan bycatch, dan hal ini menjadi ancaman baru yang signifikan terhadap kemampuan bertahan hidup penyu," katanya. WWF sudah memulai sebuah inisiatif global untuk perlindungan kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia yang dikenal dengan sebutan Segitiga Terumbu Karang (The Coral Triangle). The Coral Triangle Initiative bertujuan mengoptimalkan pendekatan lintas-batas untuk konservasi ekosistem laut dan perekonomian sektor perikanan di lima negara; Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon, mencakup tiga ekoregion laut; Ekoregion Laut Sulu-Sulawesi, Bismarck-Solomon dan Flores-Banda. "Kerjasama antara para ilmuwan, pemerintah, industri, masyarakat dan LSM lingkungan dalam The Coral Triangle akan meningkatkan kesempatan melindungi sumber daya laut dunia secara signifikan untuk generasi sekarang dan masa depan," demikian Lida. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007