"Penerapan hukuman berat itu untuk memberikan efek jera kepada pelaku lainnya," kata Sekretaris Umum MUI Lebak KH Akhmad Khudori di Lebak, Kamis.
Menurut dia, kejahatan seksual juga terjadi di Kabupaten Lebak, bahkan di antara korban terdapat anak-anak tuna wicara juga tuli. Ada juga pelaku yang merupakan ayah kandung korban.
Untuk menekan angka kejahatan seksual, MUI Lebak meminta penegak hukum menerapkan hukuman berat dengan maksimal hukuman 30 tahun sehingga memberi efek jera.
"Kami mendukung penerapan hukuman berat terhadap pelaku kekerasan seksual karena masuk kategori kejahatan luar biasa," katanya.
Menurut dia, kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak yang cenderung meningkat juga menjadi perhatian para ulama.
"Itu dampak kemorosotan moral juga pemahaman agama di masyarakat sangat kurang," katanya.
Karena itu, pihaknya meminta orang tua, masyarakat, kiai, guru, dan majelis taklim berperan aktif untuk mengantisipasi kejahatan seksual tersebut.
"Kami berharap semua elemen masyarakat berperan aktif untuk pencegahan kejahatan seksual," katanya.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak Mintarsih mengatakan pada Januari-Mei 2016 tercatat 10 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak di daerah itu yang tersebar di Kecamatan Panggarangan, Cipanas, Muncang, Leuwidamar, Rangkasbitung, Cikulur, dan Curugbitung.
Sejumlah pelaku kejahatan seksual tersebut sudah menjalani persidangan, bahkan sudah ada yang dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Namun, ia menyesalkan karena ada kasus yang coba diselesaikan melalui mediasi dan ada juga yang mencabut berkas pengaduan ke polisi.
"Kami akan terus mengawal agar pelaku kejahatan seksual itu dapat diproses secara hukum," ujarnya.
Pewarta: Mansyur
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016