Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR, Fadli Zon mengatakan institusinya belum diajak komunikasi oleh pemerintah terkait rencana dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang penghapusan kekerasan seksual.
"Belum (diajak konsultasi), kalau pemerintah menganggap bahwa itu perlu dikeluarkan perppu bisa langsung dijalankan. Kita tinggal menilai," katanya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis.
Menurut Fadli Zon, apabila perppu diajukan pemerintah ke DPR, maka institusinya dalam waktu tiga bulan akan melihat apakah disetujui atau ditolak menjadi UU.
Dia mengatakan DPR memiliki semangat yang sama untuk menyelesaikan persoalan kekerasan seksual dengan hukuman yang maksimal.
"Kalau hukum yang ada sekarang ini dianggap kurang maksimal, ya berarti harus ada langkah terobosan. Langkah yang memang agak lebih lama memang merevisi aturan hukum yang ada," ujarnya.
Menurut dia, terkait hukuman bagi pelaku kekerasan seksual, harus diberikan hukuman maksimal dan harus ada efek jangka panjang.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dalam waktu dekat, untuk memberikan perlindungan kekerasan seksual terhadap anak.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mengatakan, dalam perppu tersebut salah satunya adalah menambah hukuman dari sebelumnya 15 tahun menjadi 20 tahun.
"(Dalam perppu) salah satu halnya berkaitan dengan hukuman pokok yaitu bisa menjadi hukuman maksimal 20 tahun," ujar Puan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/5).
Perppu tersebut menurut Puan, juga mengatur pemberian hukuman kebiri kepada pelaku kejahatan seksual.
Selain itu, dalam perppu tersebut diatur pemberian pemasangan chip kepada pelaku, sehingga setelah keluar dari kurungan penjara aparat kepolisian masih dapat memantau gerak-geriknya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016