Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengusulkan agar partai politik bisa bekerjasama dengan MK menjadi lembaga pendidikan UUD 1945 sehingga konstitusi resmi tersebut bisa dipahami oleh seluruh rakyat. "Tidak mungkin hanya kami bersembilan (majelis hakim MK,red) yang memberi makna dalam konstitusi," katanya dalam temu wicara "Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI" di Jakarta, Jumat. Keberadaan partai politik sebagai lembaga pendidikan konstitusi, menurut dia, sangat penting karena dari partai akan muncul wakil-wakil rakyat yang akan menjadi perancang berbagai produk perundang-undangan. Pendidikan tersebut penting agar produk perundang-undangan yang dihasilkan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu pendidikan konstitusi juga penting bagi penyelenggaraan negara karena tidak akan terjadi perbedaan interpretasi di tingkat masyarakat. "Dengan begitu masyarakat makin sadar apa yang dirumuskan di UUD 1945," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan naskah UUD 1945 hanyalah salah satu konstitusi tertulis yang masih menyimpan makna tak tertulis yang bisa dimengerti dengan pendidikan konstitusi yang memadai. Sampai saat ini, katanya, memang sudah terjadi pendidikan konstitusi, namun hanya bersifat formalitas saja dan tidak menyentuh inti makna konstitusi. Hal itu menyebabkan masyarakat tidak terlibat langsung dalam diskusi mengenai konstitusi. Ia mengungkapkan seharusnya proses kajian konstitusi itu membutuhkan peran aktif partai politik dalam membentuk gugus tugas untuk mengkaji konstitusi. Jimly mengatakan, pembahasan konstitusi dalam setiap gugus tugas itu bisa diprioritaskan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan memperbaiki sistem kenegaraan. Kegiatan temu wicara itu sendiri digelar atas kerjasama Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi dengan DPP PDI Perjuangan. Selain Ketua MK Jimli Asshiddiqie, dalam acara itu juga tampak Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri dan sejumlah perwakilan dari Dewan Pimpinan Daerah PDIP se-Indonesia.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007