Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus segera melakukan reformasi kelembagaan dalam tubuh Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk memantapkan posisinya sebagai salah satu aset ketahanan pangan negara, menyusul adanya ambivalensi fungsi sosial dan komersial pada lembaga itu sekarang. "Setelah statusnya berubah dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPMD) menjadi Perusahaan Umum (Perum) melalui PP Nomor 7/2003 yang disempurnakan dengan PP Nomor 61/2003, terjadi liberalisasi di Bulog yang memunculkan kerancuan paradigma sebuah lembaga dengan peran ganda, yakni sosial sekaligus komersial," kata Dr Mochammad Maksum, pakar Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat. Menurut dia, persoalan kelembagaan di Bulog tak akan pernah usai bila masih terjadi ambivalensi antara fungsi sosial dan fungsi komersial di dalamnya. "Pilihan yang saya tawarkan, optimalkan fungsi sosial atau justru amputasi fungsi sosial dengan mengopernya menjadi urusan masing-masing daerah sesuai dengan semangat otonomi daerah," katanya. Melalui pengoptimalan fungsi sosial, kata dia, Bulog dapat tetap eksis dengan kebijakan yang mampu melindungi produsen (petani) dan masyarakat konsumen. "Tetapi sepertinya hal itu sulit terealisasi mengingat komersialisasi telah membudaya di tubuh Bulog selama ini," katannya. Opsi kedua, menurut dia, merupakan solusi yang cukup efektif dengan menyediakan gudang lokal di tiap kabupaten untuk mengatur pangan di daerah masing-masing. "Bulog hanya bertindak sebagai penasihat, namun masih bisa menjalankan aktivitas komersialnya," kata Maksum.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007