Beijing (ANTARA News) - Perdana Menteri (PM) China, Wen Jiabao, Jumat, mengatakan bahwa negaranya bukan ancaman militer bagi negara lain, meski ada rencana untuk menaikkan belanja angkatan bersenjata senilai 17.8 persen di tahun ini. Dalam konferensi pers pada akhir sidang parlemen tahunan, Wen mengataka,n China sangat menaruh perhatian kepada pertahanannya sendiri dengan tujuan mempertahankan keamanan, kemerdekaan dan kedaulatan negara. Dalam pertemuan pers itu, Wen juga menunjukkan bahwa China bisa melakukan pembaharuan politik di masa mendatang untuk membuat negara itu lebih demokratis dan membantu memberantas maraknya kasus korupsi. Tentang belanja militer, Wen mengatakan, "Kebijakan militer kami bersifat defensif. Kami telah membatasi kekuatan militer yaitu hanya untuk menjaga keamanan, kemerdekaan dan kedaulatan negara." Ia berusaha meredamkan pihak-pihak yang menyatakan keprihatinan atas uji coba rudal bulan Januari yang dilakukan di ruang angkasa dimana China menembak jatuh satelit cuaca yang sudah tidak berfungsi. China menjadi negara ketiga setelah Amerika Serikat (AS) dan bekas Uni Soviet yang melakukan uji coba semacam itu. "China tidak memiliki sasaran negara lain, tidak mengancam negara lain, dan tidak melanggar kesepakatan-kesepakatan internasional," kata Wen kepada wartawan China dan asing. Ia juga menghimbau pihak-pihak terkait untuk menandatangani kesepakatan yang akan menjamin penggunaan ruang angkasa secara damai. Mengenai korupsi, ia mengatakan: "Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagai ekonomi pasar yang terus berkembang, korupsi telah menjadi persoalan serius yang kadang-kadang melibatkan pemimpin dan pejabat tinggi." Chen Liangyu, mantan sekretaris pengurus daerah Partai Komunis China di Shanghai merupakan salah satu pejabat tinggi yang dipecat secara tidak hormat tahun lalu. Ia terlibat dalam skandal yang melibatkan dana keamanan sosial. Wen mengatakan masalah khusus lain adalah sangat terkonsentrasinya kekuasaan di tangan pejabat yang dapat diatasi dengan mengurangi jumlah masalah yang memerlukan persetujuan administratif. Mewajibkan publik untuk mendapatkan persetujuan bagi sejumlah aktivitas "rawan terhadap penyalahgunaan wewenang" dan sering menyebabkan terjadinya "kolusi antara pejabat pemerintah dengan pengusaha," katanya, layaknya dikutip AFP. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007