Jakarta (ANTARA News) - Indonesia harus menolak rencana Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menjatuhkan sanksi terhadap Iran terkait dengan program pengayaan nuklir Republik Islam itu, kata pengamat politik dan hubungan internasional LIPI, Ikrar Nusa Bakti. "Seharusnya, Indonesia menolak penjatuhan sanksi itu dan tidak mendukung voting yang akan dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB," ujar peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat. Menurut Ikrar, penolakan terhadap rencana pengenaan sanksi DK PBB itu perlu dilakukan karena selama ini program nuklir Iran sendiri masih belum terbukti untuk tujuan membuat bom nuklir atau untuk kekuatan militer. "Selama ini program nuklir Iran untuk tujuan damai, belum terbukti untuk tujuan pembuatan senjata nuklir," ujarnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia (LSPSI), Rizal Dharma Putra, mengatakan bahwa Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara anggota tidak tetap DK PBB, seharusnya tak hanya menolak penjatuhan sanksi tersebut, tetapi juga berperan aktif dalam mengupayakan jalan damai dan mendorong adanya dialog dalam penyelesaian masalah nuklir Iran. "Indonesia seharusnya tidak hanya sekedar ikut voting dan menyampaikan pendapatnya, tapi juga ikut aktif mempengaruhi negara-negara anggota tidak tetap lainnya untuk menolak resolusi itu," kata Rizal. Di tengah pernyataan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang menegaskan tidak akan menghentikan kegiatan nuklir Iran, DK PBB kemungkinan besar akan menjatuhkan hukuman lebih keras kepada negara itu, berupa sanksi berkaitan dengan ekonomi melalui sebuah resolusi yang sedang disiapkan di Markas Besar PBB. Ketua DK PBB pada Maret, Duta Besar Afrika untuk PBB, Dumisani Kumalo, kepada wartawan di Markas Besar PBB, Kamis, mengungkapkan rancangan resolusi sudah "diletakkan di meja". Kumalo belum menyebut kapan pemungutan suara bagi pengesahan resolusi akan dilakukan. Tapi, menurut dia, rancangan resolusi tersebut akan dibicarakan di tingkat duta besar dari 15 negara anggota DK PBB, termasuk Indonesia. Menurut rancangan resolusi, DK PBB "Meminta semua negara dan lembaga keuangan internasional untuk tidak membuat komitmen baru untuk hibah, bantuan keuangan dan pinjaman lunak kepada pemerintah Republik Islam Iran". Namun, larangan tersebut tidak berlaku untuk tujuan kemanusian dan pembangunan. Langkah penambahan sanksi telah dibicarakan lima anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu Inggris, China, Prancis, Rusia dan Amerika Serikat, ditambah Jerman. Sanksi tersebut antara lain embargo senjata dan beberapa larangan keuangan serta perdagangan untuk menambah sanksi pertama, yang diberlakukan Desember tahun lalu. Besar kemungkinan resolusi berisi ketetapan sanksi tambahan terhadap Iran itu akan lolos disahkan karena semua negara anggota tetap DK PBB dengan hak veto, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, China dan Rusia, disebut-sebut telah menunjukkan persetujuan untuk memberikan penambahan sanksi kepada Iran. Sementara itu, 10 negara anggota tidak tetap DK PBB --tanpa hak veto-- adalah Indonesia, Afrika Selatan, Belgia, Kongo, Ghana, Italia, Panama, Peru, Qatar, Republik Slovakia. "Meski status Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB, tapi langkah Indonesia melobi anggota lain untuk menolak resolusi itu akan memberi citra yang baik bagi Indonesia di mata negara-negara lain," kata Rizal. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007