Pontianak (ANTARA News) - Biografi tokoh pendiri Partai Persatuan Dayak dan Harian Kompas, kelahiran Putussibau, Kalimantan Barat, Franciscus Conradus Palaunsoeka, akan diluncurkan Kamis (19/5) dengan harapan dapat meluruskan sejarah mengenai peran tokoh tersebut saat aktif di dunia politik Tanah Air selama 37 tahun.
Buku biografi berjudul "F.C. Palaunsoeka, Pendiri Partai Persatuan Dayak dan Harian Kompas" tersebut merupakan karya wartawan Kalbar, Dismas Aju, setelah berhasil mengumpulkan bahan-bahan tulisan dari banyak sumber dan menuliskan dalam waktu sebulan.
"Buku itu saya kerjakan selama sebulan. Mendapatkan informasi, literatur dan bahan, selain dari keluarga almarhum, juga dari Litbang Kompas, CSIS (sebuah lembaga studi), " kata Aju dalam jumpa pers mengenai rencana peluncuran buku tersebut di Hotel Mercure, di Pontianak, Selasa.
Menurut Aju, latar belakang penulisan buku tersebut karena desakan dari pustakawan yang mengingatkannya bahwa ada tokoh Kalbar yang sesungguhnya sangat terkenal di tingkat nasional pada masanya, namun tidak begitu dikenal di masyarakat Kalbar.
Orang yang dimaksud itu adalah FC Palaunsoeka, putra Dayak kelahiran Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu, pada 19 Mei 1923. "Meski berasal dari pedalaman, namun beliau telah merambah berbagai posisi dan jabatan dalam berbagai bidang, seperti sosial, pendidikan, budaya dan politik di tingkat nasional," kata Aju lagi.
Sementara itu, salah satu anak Palaunsoeka, Yohanes Eugenio Ranggau Barani, mengatakan buku yang ditulis oleh Aju setebal 233 halaman dilengkapi foto kenangan selama almarhum berkiprah di PPD, Partai Katolik hingga di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selama 37 tahun sejak 1948-1988.
"Saat tahu Aju akan menulis buku, kami mencoba membantu memberikan bahan-bahan yang sedikit. Selama ini tidak tahu mau bagaimana, tetapi kami sendiri tentu tidak (akan menulis) buku biografi. Ini karena ada yang mau menulis, jadi kami dukung," katanya menjelaskan.
Ia mengakui, sifat orang tuanya yang tidak begitu ingin dikenal luas membuat anak-anaknya pun terdidik seperti itu. "Mungkin didikan beliau terhadap kami yang membuat kami seperti ini. Didikan beliau, jangan selalu pamer," kata Yohanes, putra keenam dari 10 anak almarhum.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Kalbar, DR Clarry Sada, M Pd, mengatakan ketokohan FC Palaunsoeka patut menjadi teladan bagi generasi saat ini. Perjalanan hidupnya sebagai guru, juga pernah sebagai pegawai negeri sipil, dan politisi terkenal.
"Beliau sangat dekat dengan presiden pertama (Soekarno) kita, dan beliau dekat dengan Gubernur Pertama Kalbar Oevang Oeray," katanya.
Selain itu, FC Palaunsoeka merupakan orang kampung dari Desa Melapi. "Tetapi bisa dibayangkan, sangat terpencil. Walaupun di kampung, tetapi sudah meniti kemampuan hingga di tingkat nasional," katanya lagi.
Peluncuran buku sengaja dilaksanakan Kamis (19/5) karena bertepatan dengan tanggal dan bulan kelahiran FC Palaunsoeka pada 19 Mei 1923. Sementara tokoh tersebut meninggal dunia pada 12 Agustus 1993 di Pontianak, dalam usia 70 tahun.
Peluncuran buku dan bedah buku terbitan Kanisius tersebut akan menghadirkan dua pembicara yakni DR Gregorius Budi Subanar SJ, dosen Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan Drs Soedarto, sejarawan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar.
Acara tersebut akan dibuka Gubernur Kalbar, Cornelis dan mantan Uskup Agung Pontianak Mgr Herculanus Hieronymus Bumbun OFM Cap akan memberikan pesan dan kesan karena sangat mengenai Palaunsoeka semasa hidupnya.
Riwayat singkat
Franciscus Conradus Palaunsoeka memulai karir sebagai guru salah satu sekolah Katolik di Kalbar. Atas desakan Pastor Adikarjana SJ, seorang biarawan pribumi yang lolos dari sekapan tentara Jepang, Palaunsoeka mendirikan Dayak in Action (DIA) pada 30 November 1945, kemudian berubah nama menjadi Partai Persatuan Dayak (PPD) tahun 1946.
PPD mengantarkan Palaunsoeka menjadi anggota DPR selama 37 tahun, periode 22 Desember 1948 hingga di recall Soerjadi dan Nicolaus Darjanto, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal DPP PDI terhitung 26 Maret 1988.
Setelah PPD resmi dibubarkan tahun 1963, karena tidak mencapai ketentuan minimal berada di lima provinsi, Palaunsoeka bergabung dengan Partai Katolik sehingga mengantarkannya mengenal banyak tokoh nasional. Selama menjadi anggota DPR, Palaunsoeka bersama Frans Seda, Jacob Oetama dan lain-lain, mendirikan Harian Pagi Kompas, atas anjuran Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani dan disetujui Presiden Soekarno terhitung 28 Juni 1965.
Pendirian Harian Pagi Kompas bertujuan mengimbangi agitasi Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui Harian Rakjat. Saat pertama kali terbit, jabatan Palaunsoeka di Harian Kompas adalah penulis I, sedangkan Jacob Oetama penulis II yang sekarang setara dengan pemimpin redaksi.
Lantaran sibuk di bidang politik bersama Frans Seda, maka Palaunsoeka meninggalkan harian Kompas tahun 1970.
Lima tahun kemudian, 1975-1982, Palaunsoeka menjadi staf ahli Badan Intelijen Negara (BIN) yang secara khusus sebagai tenaga analisis pergerakan komunis di Eropa Timur. Palaunsoeka juga merupakan salah satu politisi yang dipercaya Presiden Soeharto membantu proses integrasi Timor Timur menjadi provinsi Indonesia ke-27 tahun 1975.
"Beliau tidak tamak kekuasaan," kata Aju yang mengaku saat menulis buku setebal 233 halaman itu mengalir begitu saja.
Itu ditunjukkan dengan sikap Palaunsoeka ketika tahun 1976 masih aktif sebagai anggota DPR dan merangkap menjadi staf ahli BIN, menolak tawaran Presiden Soeharto menjadi Duta Besar Indonesia di Meksiko sehingga pilihan kemudian jatuh kepada Benedictus Mang Reng Say.
Pihak keluarga yang diwakili anaknya Yohanes mengharapkan buku tersebut bisa bermanfaat bagi masyarakat Kalbar dan secara nasional. Buku tersebut juga mengungkapkan bahwa Palaunsoeka tidak pernah berseberangan dengan Gubernur pertama Kalbar Oevang Oeray. Bahwa kedua tokoh tersebut sesungguhnya berteman baik dan saling membantu satu sama lainnya.
"Kami mengharapkan pelurusan sejarah," katanya.
Oleh Nurul Hayat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016