Cannes, 17/5 (Antara) - Bagi sutradara film Prendjak, Wregas Bhanuteja, asal Yogyakarta berdiri bersama dengan sutradara dari berbagai negara seperti Perancis, Hungaria, Kanada dan Yunani di gedung Theater Miramar, Cannes dalam rangkaian festival film pendek, Cannes yang diputar Minggu sore tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Film Prenjak diputar bersama empat film singkat lainnya dari Perancis, Lenfance dun Chef karya Antoine de Bary, film Limbo dari Yunani karya Konstantina Kotzamani dan Oh What a Wonderful Feeling dari Kanada olen Francois Jaros, film Le Soldat Vierge dari Perancis yang disutradarai Erwan Le Duc serta film dari Hungaria Superbia olen Luca.
"Yes I came to Cannes for first time," ujar Wregas Bhanuteja saat ditanya pembawa acara di depan panggung sebelum pemutaran perdana Film Prendjak, diputar di Theatre Miramar, Cannes, selama dua hari 15 dan 16 Mei.
Lebih lanjut Wregas menyebutkan bahwa ia datang dari Jawa, "I came from Indonesia and I am bring my story from my city Yogyakarta."
The title of my film is Prenjak, In The Year of Monkey, ujar Wregas menambahkan bahwa memang Prenjak yang adalah nama burung tidak ada hubungannya dengan the year on monkey atau tahun monyet, hanya saja para pemain termasuk dirinya lahir pada tahun monyet menurut kalender China.
Selain itu tahun 2016 adalah tahun Monyet dan diharapkan akan membawa keberuntungan buat mereka. Film Prendjak yang hanya dibuat dalam dua hari itu berdurasi 12 menit.
Usai pemutaran film Prendjak, Wregas Bhanuteja mengakui bahwa ia tidak menyangka film yang dibuatnya bisa masuk dalam festival film Cannes, meskipun pada saat pendaftaran waktunya sudah sangat mepet.
Lega rasanya sudah primier di Cannes lagi meskipun ada rasa kekuatiran dan juga "deg-degkan", karena yang lihat banyak, mengenai tradisi Jawa apakah bisa diterima, ujar Wregas usai primier film Prendjak yang dihadiri sekitar 300 penonton itu pun banyak yang tertawa.
Film Prendjak ini awalnya terinspirasi dari fenomena yang ada di Yogya tahun 80-an, ada seorang gadis penjual korek api dan seorang perempuan bernama Diah yang butuh uang karena perekonomiannya terbatas.
Dia mencoba menawarkan ke teman sekerjanya, sekotak korek api. Satu batang korek api harganya Rp10.000,-. Kalau mau, dia bisa melihat salah satu anggota tubuhnya. Karena dia nggak tahu mau ngapain lagi, dia jual korek api itu. Secara sederhana seperti itu.
Film "Perenjak yang mengambil latar di Yogyakarta itu masuk dalam kategori "La Semaine de la Critique" dan akan diputar tiga kali di festival film tersebut.
Setelah diputar di Cannes, film tersebut akan diputar perdana di Indonesia pada Juni mendatang dan Wregas ingin karyanya bisa di putar di Yogyakarta.
Pada acara pemutaran perdana film Prendjak juga hadir Konjen RI di Marsaille, Dewi Kusumaastuti dan mengakui sangat bangga film Indonesia khususnya film pendek bisa masuk dan diputar di Festival Film Cannes.
Hal ini dapat mewakili perfileman Indonesia masa depan dan diharapkannya bisa membawa nama Indonesia di dunia internasional khususnya film.
Sementara itu bintang film, Rosa mengakui bahwa dirinya sangat senang bisa datang ke Cannes dan menyaksikan filmnya ditayangkan.
Tidak terpikirkan bisa datang ke Cannes, ini merupakan suatu anugerah buat saya, ujar Rosa dan menambahkan biasanya ia di belakang layar, namun untuk Film Prendjak ia diminta untuk langsung memerankan Diah yang menurut Wregas pas dengan karakter Rosa.
Diakuinya penampilannya di Festival Film Cannes merupakan titik balik dari karirnya, dukungan yang sangat mendalam dalam hidup dan tidak pernah terbayangkan, ujar Rosa.
Rosa juga berharap akan lebih banyak lagi film Indonesia bisa masuk dalam festival Cannes.
Pemenang film pendek yang masuk dalam kategori "La Semaine de la Critique" direncanakan akan diumumkan pada akhir acara, tanggal 20 Mei.
"Bagi saya, berangkat ke sana sudah anugerah banget. Saya bisa belajar banyak," demikian Wregas yang sempat mencicipi jalan di karpet merah pada Festival Film Cannes yang juga menjadi impian setiap bintang film di dunia.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016