"Empat orang belum dihadapkan ke Imigrasi dan Bea Cukai," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo saat konferensi pers di Jakarta, Senin.
Suprasetyo merinci empat penumpang tersebut, tiga di antaranya warga negara Indonesia (WNI) dan satu warga negara Hungaria.
"Dari 16 yang sudah melalui Terminal 1, 12 sudah tercatat secara bertahap, sisanya empat," katanya.
Dia mengatakan pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan Ditjen Imigrasi, Ditjen Bea Cukai, serta Lembaga Penyelenggaran Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/Airnav Indonesia).
"Ditjen Imigrasi akan melakukan penyelidikan, termasuk Ditjen Bea Cukai. Kami akan melakukan investigasi secara teknis," katanya.
Penyelidikan tersebut, katanya, untuk menyelidiki apakah kejadian itu merupakan kelalaian kesalahan prosedur atau ada unsur kesengajaan.
Suprasetyo mengatakan kejadian tersebut merupakan tanggung jawab maskapai karena sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Fasilitas Udara maskapai harus mengantarkan penumpang sampai pemeriksaan imigrasi
Karena itu, lanjut dia, maskapai akan dikenakan sanksi sesuai peraturan tersebut dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian berupa hukuman pidana.
Dalam UU 6/2015 disebutkan penanggung jawab Alat angkut dikenai sanksi berupa biaya beban dan wajib membawa kembali penumpang tersebut keluar Wilayah Indonesia.
Alat angkut yang dimaksud adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lain yang lazim digunakan, baik untuk mengangkut orang maupun barang.
Direktur Angkutan Udara kemenhub Maryati Karma mengatakan sanksi yang dijatuhkan kepada Lion Air tidak tertutup kemungkinan pencabutan rute karena terjadi beberapa pelanggaran beberapa waktu itu.
Namun, dia menegaskan hal itu harus berdasarkan hasil investigasi yang saat ini masih dilakukan.
"Dari delay (keterlambatan) dari 2016 memang harus dibenahi, kita sebagai pembina harus membina, apakah kita cabut rutenya atau bagaimana," katanya.
Pewarta: Juwita TR
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016